Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali menegaskan sikapnya, bahwa ia menentang Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR, 26 September 2014 lalu. Karena itulah, ia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU Pilkada itu.
“Saya menentang undang-undang baru itu (UU Pilkada) karena merupakan langkah mundur bagi demokrasi Indonesia, terutama karena kita telah berjuang begitu keras untuk melembagakan pemilihan langsung,” ujar SBY saat membuka Bali Democracy Forum (BDF) VII, di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Jumat (10/10) pagi.
Dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Filipina Benigno Aquino II, Perdana Menteri (PM) Timor Leste Xanana Gusmao dan Sultan Brunei Darussalam Hassanah Bolkiah itu, Presiden SBY mengemukakan, sejak tahun 2009, sudah lebih dari 500 Gubernur, Bupati dan Walikota di Indonesia yang dipilih secara langsung oleh rakyat.
Bahwa praktek pemilihan kepala daerah secara langsung telah menyebabkan begitu banyak pelanggaran dan manipulasi, serta munculnya calon yang diragukan kemampuannya, menurut Presiden SBY, jawabannya bukan berarti dengan mencabut pemilihan langsung itu. Tetapi yang lebih tepat adalah dengan mereformasi sistem agar para pemilih dapat memiliki informasi pemimpin yang lebih baik, dan dapat membantu meminimalkan kecurangan-kecurangan pada pemilu.
Karena itu, dengan mempertimbangkan keinginan rakyat, ia telah mengeluarkan Perppu untuk mencabut Undang-Undang Pilkada yang telah ditetapkan Rapat Paripurna DPR.
“Perppu ini akan menjamin hak rakyat untuk memilih secara langsung kepala daerah mereka. Tapi Perppu ini dilengkapi dengan 10 langkah perbaikan untuk menjaga terhadap penyalahgunaan dalam Pilkada Langsung, seperti politik uang, korupsi, penyalahgunaan kekuasaan oleh pemain lama, dan langkah-langkah lain,” ujar SBY.
Presiden berharap, DPR akan menyetujui Perppu yang akan mengembalikan wewenang rakyat untuk memilih Gubernur, Bupati atau Walikota itu. Presiden menegaskan, ujung dari reformasi adalah menjadikan demokrasi yang memenuhi kebutuhan rakyat, bukan kepentingan sempit dari beberapa elit.
SBY menyebut, sejak era reformasi pada tahun 1998, demokrasi Indonesia telah tumbuh dan berkembang dengan baik. Sebagai seorang yang selalu percaya pada demokrasi, SBY mengaku bangga telah mengambil bagian dalam transformatif demokrasi sebagai jenderal, politisi, dan sebagai presiden keenam Indonesia.
“Demokrasi kita adalah pekerjaan yang sedang berjalan, dan meskipun semua hal yang kita telah dapatkan, tantangan besar menanti kita di masa depan. Jika kita dapat mengatasi tantangan ini, demokrasi kita akan menjadi lebih kuat,” tutur SBY.
Presiden SBY meyakini, meskipun masih menghadapi tantangan, kadang-kadang terasa berisik, kebebasan yang berlebihan, dan diwarnai dengan kampanye hitam, demokrasi Indonesia akan terus berkembang. “Saya yakin bahwa semua tantangan ini bisa diperbaiki.”
© Copyright 2024, All Rights Reserved