Itulah politisi, hari ini bilang ”A”, besok bisa saja berubah jadi yang lain. Seperti halnya Zaenal Ma’arif. Wakil Ketua DPR dari Fraksi Bintang Reformasi itu beberapa waktu lalu mengejutkan banyak pihak ketika ia mengeluarkan pernyataan mundur dari jabatan Wakil Ketua DPR.
Tindakan ini diambil Zaenal setelah ia gagal terpilih sebagai ketua Partai Bintang Reformasi (PBR) dalam Muktamar PBR di Bali, 25 April 2006 lalu. Dia menilai jabatan itu tidak layak lagi dia pegang. ”Itu bentuk pertanggungjawaban saya. Kekalahan saya menunjukkan saya tidak pantas sebagai pimpinan. Mulai besok saya mengundurkan diri sebagai Wakil Ketua DPR. Saya tidak pantas di sana,” kata Zaenal kala itu.
Sikap Zaenal ini menimbulkan banyak komentar. Ditengah hilangnya etika dalam perpolitikan Indonesia, tindakan Zaenal ini dianggap sebuah pelajaran politik baru. Ilmuwan politik dari Universitas Gadjah Mada, Riswandha Imawan, dan Sekjen Forum Masyarakat Peduli Parlemen Sebastian Salang memuji langkah Zaenal yang telah memulai tradisi baru dalam politik Indonesia.
Tapi siapa sangka, seminggu kemudian, 1 Mei 2006, di Solo, Zaenal mencabut pernyataan mundurnya tersebut. Ia tetap ingin duduk di kursi pimpinan DPR. Keputusan itu, katanya, diambil setelah berkonsultasi dengan beberapa tokoh yang memintanya jangan mundur.
Kontan sikap Zaenal yang berbalik 180 derajat ini menimbulkan komentar baru. Salah satunya muncul dari anggota Fraksi Partai Demokrat, Boy Saul. Ia menilai sikap Zaenal itu sangatlah tidak etis karena menarik kembali janjinya mundur dari Wakil Ketua DPR. Kritik Boy tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR, Senin (1/5), seusai Ketua DPR Agung Laksono membuka Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2005-2006. ”Pernyataan Zaenal sangat tidak etis dan mengurangi kredibilitasnya sebagai politisi,” katanya.
Sementara, Zaenal yang duduk dibarisan pimpinan DPR dalam sidang itu (di sisi kiri Muhaimin Iskandar dari Fraksi Kebangkitan Bangsa) hanya diam. Ia merapatkan tangan di mulut sambil menopang muka. Dikerumuni wartawan seusai rapat, Zaenal juga tak berkomentar, hanya tersenyum saja.
Dalam rapat paripurna tersebut Boy juga menghendaki kursi pimpinan DPR dibagi secara proporsional berdasarkan perolehan kursi seperti pimpinan komisi. Ia mendesak Ketua DPR Agung Laksono agar segera mengagendakan pertemuan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi guna membicarakan komposisi pimpinan DPR yang baru.
F-PD menghendaki komposisi pimpinan DPR dibagi secara proporsional. Jika hal itu terjadi, F-PD yang memiliki kursi empat besar bisa mendapat jatah. Menanggapi usul itu, Agung hanya menjawab singkat, ”Pada saatnya nanti akan kita bicarakan.”
© Copyright 2024, All Rights Reserved