Masih banyak masyarakat Indonesia yang tak hapal teks Pancasila dengan kelima silanya. Dari 100 orang, sebanyak 24 orang di antaranya tidak hapal Pancasila. Bahkan, sekitar 52 persen masyarakat Indonesia, tidak hapal lagu kebangsaan, Indonesia Raya.
Hal itu dikemukakan Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP PIP) Yudi Latif, dalam Simposium Nasional Kebudayaan 2017 dengan tema "Pembangunan Karakter Bangsa untuk Melestarikan dan Menyejahterakan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945", di Jakarta, Senin (20/11).
“Sungguh ironis memang, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang tak hapal teks Pancasila. Bahkan, ada kepala daerah setingkat gubernur yang salah saat membacakan teks Pancasila. Hal itu sebenarnya merupakan fenomena puncak gunung es di Indonesia yang perlu disikapi secara serius," kata dia kepada politikindonesia.com di sela simposium tersebut.
Menurutnya, kondisi tersebut memecut semangat UKP PIP untuk terus mengupayakan penghayatan sila-sila Pancasila. Karena menghapal kelima sila itu adalah indikator minimal masyarakat menghayati sekaligus mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
"Sehingga keadaan ini mengindikasikan menurunnya pembelajaran sila-sila Pancasila di masyarakat, beberapa dekade terakhir. Makanya, isu strategis yang kami galakan adalah soal bagaimana mereaktualisasi dan merevitalisasi pemahaman terhadap Pancasila dengan metode delivery yang lebih menarik," ujar Yudi.
Oleh sebab itu, lanjutnya, Presiden Joko Widodo membentuk Unit Kerja tentang Pancasila (UKP) agar seluruh masyarakat Indonesia tahu tentang Pancasila. Nantinya, UKP akan menjadi gerakan nasional di mana pengamalannya akan diimplementasikan ke seluruh aspek kehidupan. Bukan hanya PNS yang harus mengamalkan Pancasila, tapi seluruh anak bangsa.
"Kita harus tahu sejarah bangsa ini ada. Karena dengan mengamalkan Pancasila, akan tercipta harmonisasi bangsa. Tidak ada kata perbedaan dan intoleransi. Semua mengedepankan kepentingan negara, bukan golongan atau lainnya," tegasnya.
Menurutnya, bangsa ini akan kehilangan kompas dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara, apabila bangsa ini tidak hafal Pancasila dan tak tahu makna sila-sila Pancasila. Secara ekonomi, misalnya, bangsa ini akan terus dijajah oleh bangsa asinh. Karena ekonomi pasar terus berkembang pesar dan ekonomi kerakyatan akan ditinggalkan.
"Sehingga bangsa kita menjadi bangsa kuli dari bangsa lain.. Terbukti, saat ini banyak produk asing masuk ke Indonesia dan semuanya diminati masyarakat. Jadi semua produk yang kita pakai sehari-hari tak satu pun produk Indonesia, semua produk asing," ulasnya.
Sebelumnya, Ketua Penyelenggara Simposium Nasional Kebudayaan 2017 Slamet Supriyadi dalam sambutannya saat pembukaan mengatakan,saat ini masyarakat Indonesia mulai meninggalkan pengalaman Pancasila dan banyak mengambil budaya luar. Sehingga bangsa ini semakin kehilangan jati dirinya. Bisa dikatakan, bangsa ini sedang mengalami krisis kejujuran. Pancasila pun sekarang hanya menjadi simbol, sedangkan nilai-nilainya tidak diterapkan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
"Maka tak heran, jika saat ini negara kita tengah mengalami darurat narkoba, bahaya LGBT, dan masalah korupsi. Ada lagi tindak pidana-tindak pidana lainnya. Bangsa ini pun menjadi bangsa yang tidak jujur. Sehingga diperlukan revolusi mental melaui pendidikan karakter. Karena pendidikan karakter tidak hanya bisa dilakukan oleh bidang pendidikan saja, tetapi juga oleh bidang-bidang lainnya," ungkapnya.
Ia pun menjabarkan ada tiga rumus untuk membangun karakter. Pertama, konstitusi yang benar. Konstitusi tersebut harus dijalankan dengan benar. Artinya, seluruh peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya. Selain itu, masyarakat pun harus diajarkan untuk menerapkan budaya konstitusi. Kedua, masyarakat harus dididik. Pasalnya, masyarakat yang baik akan membawa bangsanya menuju peradaban yang benar. Dan terakhir, peningkatan kualitas bagi penyelenggara negara.
"Untuk itu, masyarakat perlu diberikan pendidikan karakter baik formal maupun informal. Walaupun penanaman nilai-nilai karakter terhadap generasi penerus bangsa yang selama ini dilakukan melalui jalur pendidikan, mulai kurang efektif. Karena setiap ganti menteri pasti ganti sistem pendidikan, sehingga pendidikan karakter tidak berkesinambungan," imbuhnya..
Dikatakan, dampak melunturnya nilai-nilai karakter kebangsaan yang paling menonjol adalah tingginya tindak korupsi yang terjadi di negara ini. Tidak hanya itu, anak-anak muda sudah banyak yang melupakan budaya nasional bahkan mulai menggemari budaya-budaya asing.
"Padahal kemerdekaan itu bukan sebuah pemberian, namun sesuatu yang diperjuangkan. Maka di masa kemedekaan ini seharusnya penerus bangsa harus tetap berjuang sampai titik darah terakhir, agar bangsa ini tetap ada," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved