Tindakan Mabes Polri yang mendahulukan proses hukum terhadap Susno Duadji, daripada kasus yang diungkapkannya dikritik banyak pihak. Seharusnya, Polri bisa mencontoh model penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi atas mereka yang dianggap sebagai whistleblower atau "peniup peluit."
Pendapat itu dikemukakan oleh Koordinator Serikat Pengacara Rakyat, Habiburokhman. Kasus suap pada pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom tahun 2004 yang ditangani KPK, sebagai contoh terangnya.
Kasus suap ini pertama diungkapkan oleh Agus Tjondro, mantan anggota DPR yang mengaku menerima uang suap dalam pemilihan Miranda tersebut. "Harusnya Mabes Polri mencontoh apa yang dilakukan KPK dalam kasus Agus Tjondro," ujar Habiburokhman, di Jakarta, Rabu (19/05).
Laporan Agus, menjadi dasar KPK untuk bergerak mengungkap kasus ini. KPK memanggil, memeriksa, menahan hingga melakukan penuntutan terhadap sejumlah nama yang disebutkan Agus. "Berkat keterangan lengkap dan detail dari Agus Tjondro, KPK berhasil mengurai alur terjadinya tindakan suap tersebut," ujar dia.
Adapun Agus yang turut mengaku menerima uang suap, hingga kini belum ditetapkan KPK sebagai tersangka. Pasalnya, karena keterangannya masih diperlukan untuk pengembangan penyidikan.
Dalam pandangan Habiburokhman, metode penanganan kasus yang dilakukan KPK terhadap Agus Tjondro dalam kasus suap tersebut sudah sangat tepat. “Dalam teori hukum pidana modern, orang seperti Agus Tjondro dan Susno Duadji dikategorikan sebagai saksi yang bekerja sama," jelas dia.
Serikat Pengacara Rakyat mendesak Polri agar mempraktikkan apa yang dilakukan KPK dengan mengulur penetapan tersangka Agus sampai seluruh informasi yang diungkapkannya benar-benar lengkap.
Seharusnya, tegas Habiburokhman, Polri baru menyediliki dugaan suap terhadap Susno setelah semua oknum penegak hukum yang berkongkalingkong dalam penyidikan dan penuntutan kasus berhasil diungkap.
© Copyright 2024, All Rights Reserved