Tampaknya para pengelola majalah Tempo sulit berkelit dari konsekuensi hukum sebagai akibat berita yang mencemarkan nama baik seseorang. Berita Majalah Tempo edisi 03 – 09 Maret 2003 yang berjudul “Ada Tomy Di Tenabang?” dinilai ahli hukum pidana Prof Dr Loebby Loqman SH telah mencemarkan nama baik pengusaha Tomy Winata.
Pernyataan itu diungkapkannya di hadapan sidang pidana di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengadili Pemimpin Redaksi Majalah Berita Mingguan Tempo, Bambang Harymurti, serta dua wartawannya, Teuku Iskandar Ali dan Ahmad Taufik Senin (8/3) pekan lalu.
Di hadapan Ketua Majelis Hakim Andriani Nurdin SH, Loebby menegaskan meski majalah Tempo telah menggunakan sejumlah tanda baca, istilah dalam penulisannya, keseluruhan berita itu mengandung unsur pencemaran nama baik. “Berita Tempo itu telah mencemarkan nama baik Tomy,” tegas Loebby menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum.
Ketika ditanya kuasa hukum Tempo, Trimoelja D Soerdjadi tentang bagian mana dalam judul berita Tempo yang mengandung unsur pencemaran, Loebby menilai berita itu tidak bisa dikaji secara sepotong-sepotong. “Walau judul berita diberi tanda tanya, dan istilah pemulung besar di antara tanda kutip, secara keseluruhan sebagai ahli, saya menilai berita Tempo itu mengandung unsur pencemaran nama baik,” tegas Loebby.
Apalagi, berita itu diturunkan setelah kejadian terbakarnya Pasar Tanah Abang. Sementara, berita itu mengaitkan Tomy dengan kebakaran pada pasar grosir terbesar di Asia Tenggara yang diikuti dengan cerita tentang adanya proposal renovasi yang diajukan Tomy sebelum kebakaran terjadi. “Karena itu saya berpendapat demikian,” kata Loebby.
Ahli hukum pidana yang banyak belajar tentang hukum pers semasa menjadi asisten Prof Dr Oemar Seno Adji (almarhum ahli hukum pers) itu berpandangan, pemberitaan pers yang benar adalah yang mengungkapkan fakta secara benar, bukan mengada-ada. Memang dia (pers) dapat mengembangkan pendapat umum, tapi itu harus dilakukan berdasarkan pada informasi yang tepat, akurat dan benar. “Jangan direka-reka,” tegas Loebby. Karena, selain memberikan informasi, pers punya kewajiban untuk mendidik masyarakatnya. “Tiga kata tersebut harus menjadi pegangan bagi setiap insan pers,” ia menegaskan.
Seandainya, wartawan masih ragu-ragu tentang kebenaran informasi yang didapatkannya itu, seharusnya berita itu tidak diturunkan. Karena jika pemberitaan itu menyerang kehormatan dan nama baik orang, ia harus bertanggung jawab.
Terkait dengan perkara yang dihadapi Tempo ini kata Loebby, seharusnya Tempo membuktikan bahwa apa diberitakannya itu berdasarkan fakta. Dalam berita itu disebut tentang adanya proposal renovasi yang diajukan Tomy tiga bulan sebelum kebakaran yang dikutip Tempo dari seorang kontraktor arsitektur yang tidak disebutkan namanya. Karena masalah ini sudah sampai ke pengadilan, tambah Loebby, seharusnya Tempo menunjukkan bukti tentang proposal itu untuk meyakinkan majelis hakim. “Kalau tidak, ya harus mempertanggungjawabkannya,” ia menegaskan lagi.
Diakuinya, pers memang memiliki kewenangan untuk melindungi narasumber beritanya. Namun, hal itu tidak menyebabkan pers kebal terhadap hukum. “Justru jika tidak mau menunjukkan narasumber itulah, maka dia (pers) yang harus mempertanggung-jawabkannya,” ujar Loebby.
Loebby menilai pemberlakuan Undang-undang (UU) No. 40 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Pers menyebabkan kehidupan pers menjadi lebih bebas. Namun, kebebasan tersebut tetap ada batas. Jika menyerang nama baik seseorang, maka orang yang dirugikan itu berhak mengajukan gugatan hukum. “Karena UU pers tidak ladi mengatur tentang masalah itu, maka semua merujuk kepada apa yang diatur pada kitab hukum pidana. “Jika suatu aturan tidak diatur secara lex spesialis, maka yang digunakan lex generalis-nya,” jelas Loebby.
Usai mendengarkan keterangan Loebby, persidangan itu juga menghadirkan Maryanto, ahli bahasa dari Lembaga Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Ahli linguistik ini memberikan pendapatnya tentang bahasa yang digunakan Tempo dalam berita itu. Sidang lanjutan perkara ini akan digelar senin (16/3) pekan ini.
© Copyright 2024, All Rights Reserved