Memasuki kampanye putaran terakhir, seluruh partai belum menyerahkan rekening dana kampanye secara lengkap. Padahal, seharusnya tiga bulan lalu mereka sudah memenuhi ketentuan tersebut. SK KPU pasal 8 ayat 3 Tahun 2003 menyatakan partai politik wajib menyerahkan rekening kampanye seminggu setelah ditetapkan KPU sebagai peserta pemilu.
Ketentuan tentang penjelasan lengkap rekening tersebut ada dalam Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 676 Tahun 2003 Tentang Tata Adminsitasi dan Sistem Keuangan Parpol serta Dana Kampanye Peserta Pemilu. Rekening kampanye adalah rekening yang khusus menampung dana kampanye pemilihan umum dan dipisahkan dari rekening dana partai lainya.
Melihat data per 16 Maret 2004 yang masuk ke KPU, menunjukkan tak ada satu partai pun menyebutkan rincian nama penyumbangnya. Bahkan ada enam partai politik yang tak mencantumkan saldo awal. Padahal ini penting untuk memonitor keluar masuknya dana partai politik untuk memantau apakah ada money politic atau tidak.
Dalam pasal 78 ayat 4, UU Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD dinyatakan setiap sumbangan kepada partai politik yang berjumlah di atas Rp 5 juta harus disertai dengan identitas yang jelas dari penyumbang dan wajib dilaporkan kepada KPU sesuai tingkatannya.
Sayangnya, dari pasal yang ada dalam SK tersebut tak ada satu pun pasal yang menyatakan sanksi terhadap partai politik jika melanggarnya.. “KPU terjebak sendiri, karena tidak bisa menindak. Kan memang tidak ada sanksinya,” tegas anggota Panwaslu, Didik Supriyanto kepada PILARS. Jangankan ada sanksi di SK nya, lanjut Didik, di UU Pemilu saja tidak ada sanksi.
Adapun diantara enam partai yang tidak mencantumkan saldo awal tersebut terdapat tiga partai cukup besar dan dikenal. Mereka antara lain Partai Pelopor (pimpinan Rachmawati Soekarnoputri), Partai Golongan Karya (Akbar Tandjung), PDI Perjuangan (Megawati Soekarnoputri), Partai Kebangkitan Bangsa (Alwi Shihab), Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (Eros Djarot), dan Partai Perhimpunan Indonesia Baru (Sjahrir).
Pasal 10 ayat 1a, SK KPU tersebut dinyatakan, laporan pembukaan rekening khusus dana kampanye harus mencakup penjelasan seperti sumber perolehan saldo awal atau saldo pembukaan dan rincian perhitungan penerimaan dan pengeluaran yang sudah dilakukan sebelumnya.
Wakil Ketua KPU Ramlan Surbakti mengakui dalam UU Pemilu memang tidak diatur mengenai deadline partai politik harus memasukkan nama-nama penyumbang melalui rekening dana kampanye. Namun, tandasnya, demi kelancaran KPU akan tetap meminta partai politik untuk segera mencantumkan rincian penyumbang dana melalui surat edaran KPU. “Memang, apabila partai politik tidak memberikan rincian nama penyumbang tidak akan dikenakan sanksi. Sanksi itu lebih pada sanksi publik saja, bukan pidana,” tutur dia.
Data rekapitulasi rekening dana kampanye dari partai politik peserta pemilu hanya Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) yang jumlah saldo awalnya menunjukkan angka yang realistis. PKPB mempunyai saldo awal Rp 503.710.000,00. Sedangkan partai lain hanya memiliki saldo awal 1-5 juta. Tapi mereka semua tak merinci sumber dananya.
Sedangkan PDIP lebih parah lagi. Partai banteng moncong putuh ini tidak mencantumkan saldo awal. Namun PDIP membantahnya. Noviantika Nasution, Bendahara PDI Perjuangan, mengaku partainya sudah menyerahkan rekening dana kampanye ke KPU pada awal bulan Desember tahun lalu. “Saya rasa ini ada kesalahpahaman, karena PDI Perjuangan dan beberapa partai lain waktu (Desember 2003) sudah menyerahkan rekening dana kampanye dan setiap partainya mempunyai saldo awal 5 juta,” terang Noviantika.
Ia juga meminta agar KPU tidak bersikap ketakutan akibat tidak adanya rincian nama penyumbang dana kampanye. “Dalam peraturan kan jelas, bahwa partai politik tidak diwajibkan menyerahkan daftar nama penyumbang di tengah masa kampanye,” kata dia.
Noviantika meminta kepada KPU agar memberikan kesempatan dulu selama tiga minggu kepada partai politik untuk melakukan kampanyenya. “Saya rasa terlalu dini, kalau hanya gara-gara masalah ini terus partai politik dibilang banyak melanggar kampanye,” tuturnya. Jadi sebetulnya siapa yang melanggar? Peraturannya enggak jelas, atau partai politik mencari celah untuk melanggar?
© Copyright 2024, All Rights Reserved