Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mendesak pemerintah untuk menetapkan bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan di Sumatera dan Kalimantan sebagai bencana nasional. Pasalnya, kondisi kabut asap sudah semakin parah dan mengganggu aktivitas puluhan ribu warga.
“Dalam UU nomor 24 tahun 2007 penanggulangan bencana ada peraturan pemerintah terkait indikasi menetapkan bencana nasional terkait jumlah korban. Nnah di situlah kelemahan peraturannya di mana memang korban jiwa tidak banyak tapi pemenuhan atas hak-hak manusia kan tidak bisa diberikan dalam hal ini," kata juru bicara Walhi Mukri Friatna di Jakarta, Senin (07/09).
Walhi mencatat, kabut asap telah menyebabkan puluhan ribu penduduk terserang infeksi saluran pernafasan akut, dengan rincian Riau sebanyak 9.286 orang, Jambi 14.602 orang, Sumatera Selatan 24.824 orang, dan Kalimantan Selatan 6.300 orang.
“Di sini sudah ada pelanggaran HAM dan konstitusi. Masyarakat tak lagi mendapat hak untuk hidup di lingkungan yang sehat. Itu baru data untuk jumlah warga yang berobat, belum yang terpapar. Kalau data BNPB saja mencatat sampai 25,6 juta," ujar Mukri.
Mukri menambahkan, Walhi mendesak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk mengamandemen regulasi terkait indikasi penetapan bencana nasional.
"Yang bahaya adalah jika bencana terjadi di Papua. Di sana lahannya luas tapi penduduknya sedikit, jadi mau sebesar apa pun lahan yang terdampak, tidak akan bisa dikatakan sebagai bencana nasional karena jumlah penduduknya tidak memenuhi," kata Mukri.
Dengan menaikkan status menjadi bencana nasional memang akan berisiko pada pemerintahan daerah karena akan dianggap gagal menangani kabut asap.
“Memberikan layanan gratis untuk ISPA namanya kewajiban karena kan bencana disebutnya, bencana memang harus negara yang tanggung, kecuali kalau insiden maka dibebankan pada pihak yang menyebabkan," tandas Mukri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved