Berkembangnya wacana terkait pergantian Jaksa Agung yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang dianggap melanggar Undang-undang Kejaksaan ditanggapi pihak kepersidenan. Proses penggantian Jaksa Agung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam reshuffle terbatas kabinet Senin lalu telah sesuai dengan UU No 16/2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Pernyataan tersebut dikemukakan Jurubicara Presiden Andi Mallarangeng, Selasa petang, menjawab sejumlah pertanyaan mengenai alasan di balik pemberhentian Jaksa Agung.
"Tentu saja presiden ketika melakukan pergantian tersebut dengan pertimbangan yang luas, matang dan sebagainya dan tentu saja sesuai dengan ketentuan hukum yang ada. Apa yang dilakukan presiden dalam pergantian jaksa agung sudah sesuai dengan UU no 16/2004 tentang Kejaksaan RI," katanya.
Dalam UU No 16/2004 pasal 19, menurut Andi, disebutkan bahwa jaksa agung adalah pejabat negara dan diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
"Pada pasal 22 dijelaskan bahwa jaksa agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena: a.meninggal dunia, b. permintaan sendiri, c.sakit jasmani atau rohani terus menerus, d. berakhir masa jabatannya dan e. tidak lagi memenuhi pra-syarat sebagaimana dimaksud pasal 21. Pemberhentian dengan hormat yang dimaksud itu ditetapkan dengan keputusan presiden," katanya.
Oleh karena dalam UU No 16/2004 itu tidak menyatakan masa jabatan jaksa agung dan karena jaksa agung adalah lembaga pemerintah dan bertanggung jawab kepada presiden maka masa jabatan jabatan jaksa agung ditentukan presiden, ujarnya.
"Jadi ketika ja diberhentikan oleh presiden pada saat itu juga berakhir masa jabatannya," kata Andi.
Dengan demikian, lanjut dia, apa yang dilakukan oleh presiden dengan pergantian itu sudah sesuai dengan ketentuan UU No16/2004. "Pak Arman (Abdul Rahman Saleh) juga mengerti tentang hal ini dan menerima dengan baik," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved