Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan resolusi Hak Privasi. Resolusi ini merupakan desakan Jerman dan Brasil atas terkuaknya praktik penyadapan oleh mata-mata Amerika Serikat terhadap pemimpin negara yang memicu kemarahan internasional.
Resolusi tersebut menyatakan pemantauan dan penyadapan oleh pemerintah maupun perusahaan dapat melanggar dan mengganggu hak asasi manusia. Sebanyak 50 negara mendukung resolusi tersebut.
Naskah resolusi tersebut tidak menyinggung nama Badan Keamanan Nasional (NSA) Amerika Serikat. Namun inisiatif resolusi ini digulirkan Jerman dan Brasil tepat setelah terkuak praktik penyadapan oleh NSA yang dibocorkan bekas analis lembaga itu, Edward Snowden.
Sebab Snowden tegas menyebut di antara target penyadapan NSA adalah telepon seluler Kanselir Jerman Angela Merkel dan saluran komunikasi ke Kantor Presiden Brasil Dilma Roussef.
“Resolusi ini merupakan yang pertama dibuat PBB terkait pelanggaran HAM di dunia maya. Resolusi ini mengirimkan pesan politik penting," kata Duta Besar Jerman untuk PBB Peter Wittig.
Wittig menjelaskan, dalam resolusi itu dinyatakan bahwa pemantauan tidak sah dan sewenang-wenang serta penyadapan adalah tindakan yang sangat mengganggu, serta melanggar privasi dan kebebasan berekspresi.
Sementara utusan Brasil untuk PBB Antonio Patriota menegaskan, hak asasi manusia harus berlaku apa pun mediumnya, dan karena itu harus dilindungi, offline maupun online.
"Negara harus menahan diri dan bertanggung jawab atas setiap tindakan yang melanggar hak-hak ini, termasuk hak atas privasi," kata Antonio Patriota.
Amerika Serikat bersama sekutu kunci Inggris, yakni Australia, Kanada, Selandia Baru, bergabung mendukung resolusi ini setelah ada perbaikan redaksional.
Lima Negara tadi yang diketahui memiliki grup intelijen dengan sebutan "Five Eyes" ini bergabung setelah diksi ada penambahan kata "dapat" di depan frasa "melanggar hak" sebagai bentuk penghalusan kalimat.
Resolusi menyatakan bahwa Komite HAM PBB sangat prihatin terhadap dampak negatif yang dapat melanggar HAM dari praktik pemantauan dan penyadapan komunikasi, termasuk pemantauan ekstrateritorial.
Wittig juga berjanji akan membawa isu ini secara menyeluruh dalam pembahasan di Dewan HAM PBB di Geneva, Swiss.
Sementara, Kepala Dewan HAM PBB Navi Pillay akan menyiapkan laporan terkait privasi domestik dan ektrateritorial.
Wakil Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB Elizabeth Cousens menyatakan dukungan atas resolusi ini. Meski tidak menyinggung kontroversi NSA tetapi di depan komite Cousens mengatakan, dalam beberapa kasus praktik pelanggaran hak privasi dapat secara serius menghambat atau menghalangi kebebasan berekspresi, tapi pelanggaran hak privasi itu tak melanggar hak kebebasan berekspresi dalam setiap kasus.
Indonesia, yang terlibat dalam perseteruan dengan Australia setelah terkuak praktik penyadapan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan lingkaran dekatnya di istana, bersuara keras mendukung resolusi ini.
Sementara Korea Utara, negara paling tertutup di dunia menggunakan momen ini untuk menghajar praktik mata-mata Amerika.
Duta Besar Korea Utara untuk PBB, Sin Son-Ho, mengatakan Amerika adalah negara "munafik dan penipu" ketika menuding pelanggaran HAM di negara lain.
Sementara, pengamat dari Human Right Watch, Philippe Bopolion menyayangkan melunaknya resolusi yang dihasilkan ini. Meski begitu, menurut Bopolion, resolusi ini merupakan langkah penting pertama untuk melangkah ke depan menuju pemantauan global yang tak sembarangan.
Resolusi tak mengikat ini akan dibawa ke Majelis Umum PBB untuk pemungutan suara oleh 193 anggota perserikatan tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved