Mengingat kompleksitas dalam penanganan terorisme di Indonesia maka mendesak dibentuk Badan Antiteror. Hal itu diungkapkan langsung Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga pada rapat kerja jajaran Kementerian Koordinator Bidang Polhukam dengan Komisi I DPR, di Jakarta Senin (26/2).
"Ini sudah sejak lama kami mintakan kepada pemerintah, agar segera membentuk badan antiteror," kata Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga.
Ini karena, menurut Theo, permasalahan terorisme tidak semata merupakan persoalan keamanan, melainkan juga menyangkut masalah kesejahteraan, kemiskinan dan pengangguran. Untuk itu perlu suatu badan untuk dapat menangani terorisme secara lebih komprehensif.
Sedangkan lembaga desk antiteror yang sudah ada di Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Komisi I DPR meminta dinaikkan statusnya menjadi badan antiteror. "Jadi, pemerintah hendaknya segera meningkatkan status desk antiteror menjadi badan antiteror," minta Theo.
Menanggapi permintaan itu, Menko Polhukam Widodo Adi Sutjipto mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti permintaan itu kepada pemerintah. Widodo juga sepakat bahwa permasalahan terorisme adalah sesuatu yang nyata dan harus ditangani secara serius.
"Persoalan terorisme adalah persoalan yang nyata dan realitasnya memang memerlukan penanganan yang sangat serius dari semua pihak, karena itu kami akan segera menindaklanjuti hal itu,” jelas Menko Polhukam.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar mengatakan, jaringan aktor beberapa aksi teror di Indonesia Noordin M Top masih berada di beberapa wilayah di Indonesia.
"Jaringan Noordin M. Top di Indonesia sebagian besar adalah lulusan Afghanistan, yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Bahkan kini telah terbangun sel-sdel baru bentukan Noordin M Top," ungkap Syamsir Siregar.
Jadi, selama Noordin M Top belum tertangkap maka ancaman teror akan tetap ada di Indonesia. "Karena itu, perlu adanya kerja sama dari seluruh komponen masyarakat untuk mengungkap keberadaan jaringan Noordin M. Top. Seluruh komponen, bertangungjawab dalam penanganan terorisme," pinta Kepala BIN Syamsir Siregar.
Sementara itu, Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Ansyaad Mbai mengatakan, pemerintah Indonesia kini tengah melakukan program `{de-radikalisasi}` terorisme sebagai "{counter}" terhadap kebijakan AS dan sejumlah negara-negara Barat untuk memberantas terorisme melalui cara perang ({hard power}).
Program itu bertujuan untuk memberikan pelurusan kembali tentang makna Islam. "Selama ini, mereka (pelaku teror-red) kerap menggunakan pemahaman Islam seperti `jihad` secara salah, melenceng dari arti sesunggguhnya," ujar Ansyaad.
`
Jihad`, selama ini, menurut Ansyaad, diartikan sebagai perang melawan negara-negara Barat terutama yang pro AS, `perang` terhadap Israel dan Yahudi dengan cara-cara yang ekstrem. "Ini yang harus kita luruskan kembali, menetralisir pemahaman mereka yang selama ini tidak benar, tentang apa dan bagaimana Islam sesungguhnya," kata Ansyaad.
© Copyright 2024, All Rights Reserved