Jaksa Penuntut Umum meyakini, mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Sudjadnan Parnohadiningrat bersalah dalam kasus korupsi renovasi kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura. Atas perbuatan itu, Jaksa menuntutnya dengan pidana 3 tahun penjara.
Demikian tuntutan yang disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (03/01).
“Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan," ujar Jaksa Edi Hartoyo membacakan tuntutan.
JPU berkeyakinan, Sudjadnan terbukti turut serta terlibat dalam perkara korupsi yang merugikan negara sebesar Rp8,47 miliar itu. Dia juga terbukti menyalahgunakan kewenangan yang ada pada jabatannya terkait keputusannya yang mengesahkan usulan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) KBRI Singapura.
Dalam tuntutannya itu, JPU menuturkan, saat itu Slamet Hidayat memerintahkan dua stafnya yaitu Erizal dan Eddi Suryanto Hariyadhi Dwihardono untuk mengurus usulan ABT untuk Kedutaan Besar Republik Indonesia di Singapura.
Atas perintah Slamet Hidayat, keduanya menemui Sudjadnan. Usulan ABT itu kemudian ditindaklanjuti oleh Sudjadnan dengan mengeluarkan surat bernomor 982/KU/IX/2003/20/02.
Pada 13 Oktober 2003, Slamet Hidayat menerima kabar dari Staf Biro Keuangan Kemlu yaitu Sutarni bahwa usulan ABT tersebut telah disetujui dengan dikeluarkannya surat bernomor S-4933/A/2003. "Seharusnya ditolak. Dana bintang hanya untuk keadaan mendesak," katanya.
Sudjadnan juga terbukti telah menerima uang sebesar US$ 200.000 dari mantan Duta Besar Indonesia untuk Singapura Mochamad Slamet Hidayat. Ketika itu Hidayat, sekeluarnya surat persetujuan dari Sudjadnan, meminta menyisihkan dana satu juta dolar Singapura untuk pengurusan ABT. Penyisihan dana itu diambilkan dari anggaran renovasi gedung kedutaan besar Indonesia di Singapura.
© Copyright 2024, All Rights Reserved