Masih ada empat tersangka pelaku aksi peledakan bom di Jalan Legian Kuta, 12 Oktober 2002, yang kini masih dalam proses penyidikan oleh pihak Ditreskrim Polda Bali.
Mereka adalah Idris alias Jhoni Hendrawan alias Gembrot (35), Afidin (37), Rais (30), dan Saat (29). Mereka tercatat belakangan berhasil diringkus polisi dibandingkan dengan sejumlah tersangka yang lain.
Namun demikian, Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Pengasihan Gaut di Denpasar, Selasa mengatakan, tidak lama lagi keempatnya telah dapat dilimpahkan ke pihak Kejaksaan Tinggi Bali. "Tidak lama lagi, mereka telah dapat kita limpahkan. Soalnya, penyidikannya sudah hampir rampung," ucapnya.
Dari keempat tersangka itu, kata Kabid Humas, Idris tercatat yang memiliki peran paling sentral dalam kasus peledakan bom di tiga lokasi di Bali. Idris adalah tersangka yang ambil bagian sejak perencanaan hingga pelaksana langsung aksi yang telah merenggut ratusan korban tewas dan luka-luka itu.
Tersangka yang asal Minang atau Melayu, Sumatera Barat itu, berhasil diringkus petugas di daerah Medan, Sumatera Utara, pada 12 Juni 2003, setelah selama delapan bulan menjadi buronan.
Setelah sempat diperiksa di Mabes Polri di Jakarta, Idris yang alamat terakhirnya tercatat di daerah Taman Sidoarjo, Jawa Timur, kemudian digelandang ke markas Polda Bali di Denpasar.
Petugas pada Ditreskrim Polda Bali menyebutkan, pria yang pernah mengenyam pendidikan di sebuah pesantren di Johor, Malaysia itu, kini masih dalam penyidikan lanjutan, untuk secepatnya apat dilimpahkan.
Sementara itu, dalam sidang bom Bali yang menghadapkan terdakwa Abdul Azis alias Imam Samudra (33) dan kawan-kawan, terungkap bahwa Idris selain bertugas selaku bendahara dan penyedia akomodasi, juga penghubung personel mereka terlibat bom Bali.
Itu sebabnya, Idris selain terlibat dalam kasus penyediaan tempat pemondokan bagi pelaku bom Bali, juga ambil bagian dalam membeli sejumlah alat, seperti sepeda motor yang dipakai mengangkut dan meledakkan bom di daerah Renon oleh Ali Imron.
Bom yang meledak di Renon, di dekat kantor Konsulat Amerika Serikat itu, intensitasnya tercatat tidak begitu besar, tidak seperti yang meledak di Legian Kuta, yang sempat merenggut 202 korban tewas dan sekitar 300 lainnya menderita luka-luka.
Selain itu, di persidangan juga terungkap bahwa Idris ambil bagian sejak perencanaan awal dari aksi yang dinamakan operasi jihad tersebut.
Idris ikut melakukan pertemuan awal di atas mobil di daerah Solo bersama-sama dengan Imam Samudra, Amrozi, dan Abdul Matin alias Dulmatin (buron).
Usai pertemuan di atas mobil, anggota Jemaah Islamiah (JI) ini juga ikut dalam pertemuan di sebuah mesjid di Klewer, serta di rumah Hernianto di Desa Manan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Agustus 2002.
Dalam rapat yang lebih dikenal dengan "Pertemuan Solo" itu, antara lain dibahas tentang rencana peledakan bom di Bali, serta upaya penggagalan bagi rencana pertemuan para tokoh Kristiani se Indonesia di Hotel Lort Inn Solo.
Rapat tersebut dipimpin dan dibuka Ali Ghufron alias Muklas (43), kemudian menyerahkannya kepada Abdul Azis alias Imam Samudra (33), yang belakangan dikenal sebagai "komandan" lapangan bom Bali.
Hadir pada pertemuan itu, selain tersangka Idris, juga Ali Ghufron, Imam Samudra, Amrozi, Abdul Goni alias Umar Wayan, dan Ali Imron, serta tiga lainnya yang hingga kini masih buron, yakni Dulmatin, Umar Patek dan Zulkarnaen (Ketua Yayasan Al-Aman).
Sementara tuan rumah Hernianto, tidak ikut nimbrung dalam pertemuan. "Ia hanya mundar-mandir masuk kamar tidur dan kamar tamu rumah yang dipakai pertemuan," ujar Ali Imron, saat didengar kesaksiannya pada sidang kasus bom Bali yang menghadapkan terdakwa Amrozi.
Dalam Pertemuan Solo itulah, Idris diberi tugas oleh Imam Samudra sebagai penanggung jawab masalah akomodasi bagi pelaksanaan aksi bom Bali.
© Copyright 2024, All Rights Reserved