Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) mendorong DPR memanggil perwakilan Reserve Bank of Australia (RBA). Pemanggilan tersebut untuk memberikan klarifikasi terkait dua pejabat BI yang ditengarai menerima suap senilai US$ 1,3 juta dalam proyek pencetakan uang pecahan Rp 100 ribu tahun 1999.
"Melalui Komisi XI kami mengusulkan untuk memanggil perwaikilan Reserve Bank of Australia di Indonesia tentang pengakuan suap yang sudah dia keluarkan," kata sekretaris FPPP, M Romahurmuziy melalui siaran persnya, Jumat (28/05).
Diharapkan, dalam forum di parlemen itu, pihak RBA mau membuka identitas dua pejabat Bank Indonesia yang disebut menerima suap tersebut.
"Dia harus menjelaskan siapa 'S' dan 'M' yang dia maksudkan pejabat senior BI," ujarnya.
Jika memang kedua pejabat senior BI tersebut terbukti menerima suap, maka hal ini membuktikan memang ada kebobrokan yang terjadi di bank sentral tersebut. Karena itu BPK harus melakukan audit investigasi terhadap proses dan harga pengadaan pencetakan uang yang dilakukan BI sejak tahun 1999 sampai sekarang.
"Ini diperlukan untuk meneguhkan kapasitas moral BI sebagai pemegang otoritas moneter, setelah dugaan mispolicy dalam bailout century yang mengoyak keadilan publik," tutupnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia diguncang isu suap dari RBA dalam pencetakan uang pecahan Rp 100.000. Suap itu diduga melibatkan pejabat senior BI berinisial 'S' dan 'M'.
Perwakilan anak usaha RBA di Indonesia, Radius Christanto menjelaskan, antara tahun 1999 hingga 2006 secara eksplisit disebut mereferensikan nilai suap yang besar ke pejabat BI, seperti tertuang dalam faks ke Securency International and Note Printing Australia atau Peruri Australia pada 1 Juli 1999.
Ia juga mengindikasikan dua pejabat senior berinisial 'S' dan 'M' menerima US$ 1,3 juta atau sekitar Rp 12 miliar dari anak usaha Reserve Bank of Australia (RBA) untuk memenangkan kontrak itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved