Sidang perdana gugatan perbuatan melawan hukum, terkait pemberian perpanjangan izinan ekspor dan pertambangan PT Freeport Indonesia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya ditunda. Majelis hakim menunda sidang karena salah satu pihak tergugat yakni Presiden Joko Widodo (Tergugat II) tidak hadir.
Dalam sidang itu, Ketua majelis hakim, Robert Siahaan mengatakan, penundaan sidang untukmemberikan kesempatan kepada tergugat untuk hadir dipersidangan."Kalau tergugat sudah dipanggil secara patut tetapi tetap tidak hadir maka kami akan mengambil sikap," ujar Robert, dalam sidang yang digelar di PN Jakarta Pusat, Selasa (03/03).
Majelis akan memerintahkan panitera pengadilan untuk kembali memanggil kembali memanggil tergugat hingga 2 minggu ke depan. Pengadilan juga diminta untuk berkomunikasi melalui faksimili agar mempercepat komunikasi.
Robert juga meminta kepada pihak Freeport sebagai tergugat I untuk melengkapi kuasa hukumnya dengan surat kuasa yang ditandatangani oleh direksi. Hakim menilai, kuasa hukum turut tergugat I belum memiliki kewenangan untuk mewakili Freeport. Sidang lanjutan perkara dengan nomor 50/PDT.G/2015/PN.Jkt.Pst ini akan dilanjutkan pada 17 Maret 2015.
Sekedar catatan gugatan Perbuatan Melawan Hukum ini didaftar pada sejak 2 Februari 2015 lalu oleh Tim kuasa hukum Trisakti dan Nawacita yang beranggotakan 4 orang, yaitu Arief Poyuono, Haris Rusly, Kisman Latumakilata, dan Iwan Sumule.
Dalam keterangan persnya, mereka menggugat kebijakan pemerintah yang menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT Freeport terkait pemberian waktu untuk menyiapkan pembangunan fasilitas pemurnian dan pengolahan bahan tambang mentah (Smelter). Kebijakan itu dinilai sebagai sikap inkonsisten dari pemerintah yang telah berulang kali mengancam akan menghentikan izin ekspor konsetrat tembaga Freeport jika tidak memenuhi kewajiban membangun smelter.
MoU itu ditandatangani oleh Menteri ESDM, Sudirman Said tersebut, menyetujui perpanjangan ekspor konsetrat yang telah habis pada 24 Januari 2015. Penggugat meminta majelis hakim untuk membatalkan perjanjian itu atau produk hukum lainnya yang memberikan izin ekspor meskipun belum memiliki smelter di Indonesia.
Selain itu, penggugat juga meminta agar Freeport tidak diperbolehkan melakukan ekspor dan penggalian tambang di Papua selama proses persidangan hingga ada putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Terkait tidak hadirnya Presiden dalam persidangan, amat disayangkan pihak penggugat. "Seharusnya Jokowi memenuhi panggilan pengadilan sebagai bentuk sikap hormat kepada lembaga pengadulan dan majelis hakim," jelas Arif Poyuono.
Menurutnya, Jokowi dapat menyempatkan waktu untuk hadir di persidangan untuk memberikan penjelasan secara langsung kepada pihak penggugat terkait pemberian perpanjangan kontrak kepada Freeport.
Arief berpendapat Jokowi sebagai seorang Presiden telah melanggar kedaulatan ekonomi karena menyerahkan pengelolaan tambang terbesar di Indonesia itu kepada Freeport. Ia juga mendesak jika tergugat maupun kuasanya tidak kunjung hadir ke persidangan, majelis hakim dapat mengabulkan gugatan tersebut dan membenarkan seluruh dalil penggugat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved