Dalam rangka peringatan hari buruh Migran sedunia yang jatuh pada tanggal 18 Desember 2014, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) bersama Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meminta kepada pemerintahan Jokowi-JK untuk menyelesaikan berbagai kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terjadi saat ini. Pemerintah harus membenahi sistem agar perlindungan TKI lebih baik.
“Buruh yang tergabung dalam KSBSI bersama SBMI meminta agar setiap TKI yang berada dinegara-negara seperti Kuwait, Malaysia, dan lainnya untuk membentuk Atase Perburuhan dinegara-negara tersebut,” ujar Presiden KSBSI Mudhofir, kepada politikindonesia.com, di Jakarta, Kamis (18/12).
Mudhofir mengatakan, terkait Hari Buruh Migran sedunia, ada 11 tuntutan yang disampaikan pihaknya kepada pemerintahan Jokowi-JK.
Pertama, mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mencegah buruh migran Indonesia dipekerjakan di Negara-negara yang rentan terhadap perlakuan kekerasan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya
Kedua, hanya mengirimkan buruh migran Indonesia ke Negara-negara yang telah memiliki perjanjian yang mengikat dengan pemerintah Indonesia terhadap perlindungan huruh migran Indonesia
Ketiga, membatalkan kebijakan untuk memberikan hak rekrutmen, transfer, dan penempatan buruh migran Indonesia kepada agen penyalur PJTKI, dan pemerintah mengambil alih tanggungjawab tersebut sebagai bagian dari program pemerintah
Keempat, mengambil langkah-langkah efektif untuk memperbaiki dokumen identitas warga Negara, validitasnya, dan prosedurnya sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan pemalsuan usia buruh migran dan perdagangan manusia.
Kelima, mengadakan sistem dokumentasi yang komprehensif terhadap pergerakan buruh migran mulai dari desa sampai dengan tingkat nasional, dengan bekerja sama dengan Serikat buruh dan organisasi masyarakat lainnya sehingga setiap buruh migran bisa dideteksi dan diawasi keberadaannya.
Keenam, mengambil langkah-langkah yang efektif untuk mengkonsolidasikan kembali kebijakan otonomi daerah terhadap bidang pengawasan ketenagakerjaan.
Ketujuh, mentransformasi BNP2TKI agar memberikan prioritas terhadap aspek perlindungan buruh migran dibandingkan dengan aspek keuntungan ekonomi.
Delapan, menyediakan pusat rehabilitasi atau fasilitas medis lainnya bagi buruh migran yang mengalami kekerasan fisik dan psikologis sekembalinya ke Indonesia.
Kesembilan, mendukung dihapuskannya sistem "Kafala" atau "Sponsorship" yang serupa dengan perbudakan modern bagi buruh migran di kawasan timur tengah.
Sepuluh, mendesak DPR RI untuk melakukan revisi undang-undang no 39/2004 tentang Buruh migran dengan memprioritaskan aspek perlindungan dibandingkan dengan aspek penempatan keuntungan ekonomi.
Terakhir, ratifikasi Konvensi ILO No. 143 Buruh Migran dan Konvensi ILO No 189 tentang tentang Pekerjaan yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, serta memulai pembahasan draft Undang-undang Pekerja Rumah Tangga di DPR.
© Copyright 2024, All Rights Reserved