Pengamat Politik yang juga Dosen Universitas Paramadina Hendri Satrio (Hensat) mengatakan, di 100 hari kerja pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, ada beberapa evaluasi yang perlu dilakukan.
Hal yang perlu diperhatikan yakni berkaitan dengan etika politik, hingga kebijakan pemerintah.
Khusus soal etika politik yang terjadi selama Prabowo menjabat sebagai presiden, Hensat menyoroti tidak sedikit pernyataan para pejabat publik banyak yang bisa dievaluasi.
“Mulai dari anggaran Rp20 triliun untuk membangun Universitas HAM, insiden penjual es teh, patwal RI 36, hingga demo di Kementerian Dikti yang sudah didamaikan oleh Seskab Mayor Teddy,” kata Hensat, Sabtu (25/1/2025).
Hensat juga menyoroti diangkatnya pendengung alias buzzer oleh Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid di kementerian tersebut
“Menteri Komdigi mengatakan tidak tahu latar belakangnya? status yang diangkat. Itu sangat berbahaya tentunya,” kata Hensat. Jika latar belakang pejabat yang dimasukkan ke kementerian justru yang biasa membuat hoax maka ini sangat berbahaya sekali.
“Kalau Menteri Komunikasi tidak tahu latar belakangnya, terutama kalau itu teroris itu bahaya sekali,” kata Hensat.
Atas dasar itu, Hensat menilai wajar jika banyak masyarakat yang masih menunggu reshuffle kabinet di 100 hari Prabowo-Gibran. Sebab, kata Hensat, banyak hal yang kontroversial di antara pejabat kabinet serta penghematan APBN.
"Tentang reshuffle, kalau kita ingat tanggal 21 Oktober lalu mereka dilantik menjadi menteri, jam 10 kalau saya tidak salah, itu jam 12 sudah banyak yang bertanya kapan reshuffle akan dilakukan. Nah ini sudah hampir 100 hari, nanti apakah Pak Prabowo akan lakukan reshuffle sebelum Lebaran atau setelah Lebaran, ya nanti kita tunggu," pungkas Hensat. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved