Rapat Paripurna interpelasi DPR, Selasa (5/6), di Gedung DPR/MPR, Jakarta soal dukungan pemerintah terhadap tambahan sanksi bagi Iran yang menyangkut pengayaan energi nuklirnya ditunda hingga pekan depan. Penundaan ini setelah diadakan lobi selama 30 menit antar pimpinan fraksi.
"Keputusan itu diambil untuk menjaga persatuan dan kesatuan diantara anggota dewan dalam menyikapi dukungan pemerintah terhadap Resolusi Dewan Keamanan PBB (No 1747, red) tentang nuklir Iran," kata pimpinan rapat paripurna Agung Laksono yang juga Ketua DPR, di Jakarta, Selasa (5/6).
Menanggapi itu, wakil pemerintah yakni Menko Polhukam Widodo AS mengatakan, pihaknya menghormati keputusan Dewan untuk menunda rapat paripurna soal interpelasi Iran. "Kita hormati keputusan Dewan dan kita ikuti mekanisme yang telah diputuskan," kata Widodo yang datang diutus Presiden SBY.
Menko Polhukam juga mengatakan pihaknya akan segera menyampaikan keputusan itu kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Widodo datang bersama beberapa menteri lainnya antara lain Mensesneg Hatta Rajasa, Menlu Hassan Wirajuda, Menhan Juwono Sudarsono, Menkum HAM Andi Mattalatta, Mensos Bachtiar Chamsyah, serta Kepala BIN Syamsir Siregar. "Kita tunggu saja proses selanjutnya. Tetapi yang jelas, saya akan melaporkannya kepada Presiden apa yang telah diputuskan hari ini," kata Widodo lebih jauh.
[Menghadap Presiden]
Sejumlah menteri yang mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjawab hak interpelasi DPR tersebut, Selasa siang sekitar pukul 14.00 WIB, menghadap Presiden untuk memberikan laporan.
Tujuh menteri yang sebelumnya mengikuti Rapat Paripurna di DPR, yaitu, Menko Polhukam Widodo AS, Menlu Hassan Wirajuda, Mensesneg Hatta Radjasa, Menko Kesra Aburizal Bakrie. Selanjutnya, Mensos Bachtiar Chamsyah, Menhan Juwono Sudarsono, Menkum dan HAM Andi Mattalatta, dan Kepala BIN Syamsir Siregar, datang ke Kantor Presiden. Kedatangan para menteri dan kepala BIN tersebut di luar agenda acara presiden hari ini (5/6).
Hampir dipastikan kedatangan para menteri itu membicarakan hasil interpelasi di DPR yang diputuskan pimpinan rapat yaitu Ketua DPR Agung Laksono, ditunda hingga pekan depan. Diketahui, rapat paripurna yang berlangsung sejak pagi sekitar pukul 08.00 WIB itu diwarnai hujan interupsi, dari sejumlah anggota DPR, bahkan pada beberapa saat rapat diskors.
Perdebatan terfokus atas ketidakhadiran Presiden Yudhoyono dalam menjawab langsung hak interpelasi DPR itu. Presiden sendiri pada saat yang bersamaan di Istana Merdeka, menerima kunjungan kenegaraan Presiden Timor Leste Ramos Horta, di Istana Merdeka.
[Interpelator Puas]
Sementara itu, penggagas interpelasi DPR menyatakan puas terhadap ditundanya interpelasi soal Iran. Presiden SBY diminta melihat realitas yang terjadi di DPR dan wajib datang menjawab interpelasi.
"Kita puas, sesuai dengan harapan, karena mayoritas anggota menghendaki ini tidak dilanjutkan jika SBY tidak hadir," kata salah seorang interpelator, Abdillah Thoha. Hal ini disampaikan Abdillah usai sidang paripurna interpelasi Iran di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (5/6).
Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua FPG Ferry Mursyidan Baldan menerima apapun keputusan interpelasi ditunda. "Kita terima. Saya sejak awal tidak setuju interpelasi," kata Ferry yang semula ngotot interpelasi dilanjutkan, meskipun hanya diwakilkan para menteri SBY. Menurut dia, interpelasi Iran akan dirapatkan ke Bamus untuk dijadwalkan ulang dalam paripurna.
[Hujan Interupsi]
Rapat Paripurna tentang Interpelasi terhadap Pemerintah terkait dukungan Indonesia terhadap Resolusi 1747 Dewan Keamanan PBB soal tambahan sanksi bagi Iran dalam kasus nuklir diwarnai hujan interupsi anggota DPR. Interupsi itu dilakukan oleh pendukung interpelasi maupun yang menolak, sehingga Ketua DPR Agung Laksono yang memimpin sidang terlihat sangat kerepotan.
Agung kerepotan untuk menunjuk anggota Dewan yang mana untuk terlebih dulu bicara. Ini karena setiap ada kesempatan bicara setidaknya lebih dari 30 anggota Dewan yang mengangkat tangan.
Sebagian besar anggota tetap ngotot agar pimpinan Dewan dapat menghadirkan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang interpelasi. Sementara itu, Ketua Komisi I DPR, Theo L Sambuaga, mengatakan dirinya dan banyak anggota, memang mengharapkan agar Presiden Yudhoyono datang sendiri.
"Ya, harapan kita semua di Paripurna begitu. Tetapi ternyata kalau Presiden menugaskan menteri mewakilinya, maka itu tidak juga tidak melanggar kok," kata Theo. Theo mengulang pernyataan sebelumnya, Tata Tertib (tatib) DPR sendiri sudah mengatur mekanisme pemberian keterangan dan jawaban pemerintah atas interpelasi legislatif.
"Bahwa dalam memberikan keterangan dan jawaban atas pertanyaan anggota parlemen mengenai interpelasi, Presiden dapat mewakilkan kepada meteri. Itu secara kategoris dan itu tatib DPR sendiri," ujar Theo lebih lanjut. Karena itu, lanjut Theo Sambuaga, meskipun dirinya sangat mengharapkan kehadiran Presiden secara langsung, sejauh para menteri yang ditugasi dapat menjelaskan komprehensif substansi masalah itu, tidak melanggar tatib.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan, Tjahjo Kumolo, menegaskan fraksinya tetap akan hadir pada rapat paripurna tentang interpelasi, dan tidak akan melakukan walk out (WO). "Yang menjadi perhatian fraksi kami, rakyat sedang menunggu apa jawaban pemerintah tentang sikap mereka mendukung resolusi 1747 DK PBB yang memberi sanksi lebih berat pada Iran terkait pengembangan energi nuklir," jelas Tjahjo.
Sama seperti Tjahjo Kumolo, anggota fraksi Partai Golkar, Ferry Mursidan Baldan, menyatakan tidak mempermasalahkan ketidakhadiran Presiden. "Yang pentingkan masalahnya jadi jelas dan rakyat tidak bertanya-tanya lagi tentang sikap pemeritnah dalam pelaksanaan kebijakan politik luar negerinya," kata Ferry Mursidan Baldan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved