Perdebatan terkait Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) terus memanas. Ada 2 opsi soal Pilkada yaitu, Pemilihan Langsung atau Pemilihan lewat DPRD. Amat sangat disayangkan, dalam perdebatan itu, adanya upaya memanipulasi fakta dan informasi oleh sebagian orang yang mendukung Pilkada langsung.
Demikian pendapat Ketua Bidang Advokasi DPP Gerindra Habiburokhman kepada politikindonesia.com, Jumat (12/09). “Pertama, adalah pernyataan bahwa usul Pilkada tak langsung muncul tiba-tiba terutama setelah kekalahan Koalisi Merah Putih pada Pilpres lalu. Pernyataan tersebut tidak benar.”
Habib mengatakan, usulan RUU Pilkada tersebut diserap dari masyarakat. Munas Alim Ulama Nahdatul Ulama pada tahun 2012 di Cirebon telah merekomendasikan Pilkada melalui DPRD karena Pilkada langsung dianggap lebih banyak mudharat dari pada manfaatnya. Rekomendasi Munas Alim Ulama NU tersebut diamini oleh PKB melalui Fraksinya di DPR yang juga mendukung konsep Pilkada melalui DPRD.
Manipulasi informasi lainnya, adalah pernyataan bahwa jika Pilkada dilakukan oleh DPRD maka hal itu sama dengan apa yang terjadi di era orde baru. “Pernyataan tersebut sangat menyesatkan karena di era orde baru Kepala Daerah dipilih oleh Presiden atau Mendagri dari beberapa calon yang diajukan oleh DPRD.”
Habib menambahkan, menurut Pasal 15 dan Pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang memilih Gubernur adalah Presiden dan yang memilih Bupati/Walikota adalah Mendagri. “Selain itu di era tersebut DPRD tidak akan berani mengajukan calon yang tidak “direstui” Presiden atau Mendagri karena situasi yang begitu represif.”
Habib menambahkan, pemilihan melalui DPRD sebagaimana tercantum dalam RUU Pilkada tentu sangat berbeda dengan apa yang terjadi di era orde baru tersebut. Dalam RUU Pilkada, Pemilihan Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD tanpa perlu persetujuan Preisden atau Mendagri. Anggota DPRD juga mempunyai kebebasan penuh memilih tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Habib juga membantah manipulasi informasi yang menyebut Pilkada tak langsung bertentangan dengan konstitusi dan mencabut hak rakyat. “Pernyataan tersebut sepenuhnya sesat karena Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 sama sekali tidak menyebutkan bahwa Pilkada dilakukan secara langsung.”
Unsur “langsung” dalam Pilkada hanya diatur dalam UUD 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang tentu saja bisa diubah oleh DPR sesuai dengan dinamika poltik. “Sama sekali tidak ada hak rakyat yang dicabut dengan Pilkada tak langsung karena anggota DPRD yang memilih Kepala Daerah tetap dipilih oleh rakyat.”
Habib mengakui, secara umum baik opsi Pilkada langsung maupun Pilkada tak langsung mempunyai argumentasi yang nyaris sama kuat. “Kami menyerukan kepada politisi-politisi pendukung Pilkada langsung untuk mengedepankan cara-cara yang bermoral dalam memperjuangkan usulan mereka. Jangan lakukan manipulasi informasi dan fakta yang bisa menyesatkan dan menyengsarakan rakyat,” tandas Habib.
© Copyright 2024, All Rights Reserved