Empat terdakwa kasus suap pada pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom 2004 lalu, telah divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dari empat perkara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi hanya mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada Endin AJ Soefiara.
“KPK hanya banding atas putusan Endin. Yang lain tidak,” demikian ditegaskan Juru Bicara KPK, Johan Budi SP tentang sikap lembaganya terhadap perkara tersebut,
Alasannya, vonis atas politisi dari Partai Persatuan Pembangunan tersebut sangat jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK. "Alasannya putusan jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa (JPU KPK)," kata dia di Jakarta, Senin (24/5).
Seperti diketahui, Endin mendapat hukuman paling ringan dari tiga terdakwa lain. Endin dijatuhi vonis penjara selama satu tahun tiga bulan dan denda Rp100 juta. Sedangkan untuk terdakwa Mantan Bendahara Fraksi Golongan Karya, Hamka Yandhu, dijatuhi vonis paling tinggi yaitu dua tahun enam bulan dan denda Rp100 juta.
Sementara itu, mantan Bendahara Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dudhie Mamun Murod dan mantan anggota Fraksi TNI/Polri Udju Djuhaeri masing-masing dijatuhi vonis dua tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Terhadap tiga terdakwa lainnya KPK menyatakan puas dan tidak melakukan upaya hukum lanjutan, meski hukumannya sedikit lebih ringan dari tuntutan KPK. Dipersidangan JPU sebelumnya menuntut keempat terdakwa ini sama, yakni hukuman penjara tiga tahun subsider enam bulan dengan denda Rp150 juta.
Belum Selesai
Pimpinan KPK menyatakan, dengan keluarnya vonis atas empat tersangka kasus ini, bukan berarti kasus suap terkait pemilihan Miranda S Goeltom ini sudah selesai. KPK mengaku tengah membidik tersangka baru.
"Kita sedang evaluasi (bukti) lagi. Yang jelas itu (penyelidikan kasus) belum selesai. Akan ada sequel berikutnya," ujar Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah, dua pekan lalu.
Namun saat ditanya apakah dari pihak pemberi, penyokong dana atau, pihak lain yang diduga menerima yang tengah dibidik, Chandra enggan memaparkan. "Itu bagian dari strategi penyidikan," kilah Chandra.
Sementara Johan mengatakan KPK tengah mempelajari putusan majelis hakim terkait kasus suap terkait pemilihan Miranda S Goeltom. "Perlu waktu untuk mempelajari putusan pengadilan. Mungkin bisa saja lama karena bahan datanya banyak," kata Johan.
Dalam kasus ini, KPK belum menetapkan pemberi suap dan pihak yang diduga menjadi penyokong dana lebih dari Rp 24 miliar. Karena belum menjerat pemberi suap, empat tim ajelis Hakim dalam sidang mengesampingkan dakwaan kesatu dari Jaksa Penuntut Umum KPK, yaitu pasal 5 (2) UU 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU 20 tahun 2001.
Salah satu anggota majelis hakim, I Made Hendra Kusuma mengatakan, dakwaan kesatu yang disusun secara alternatif tersebut patut dikesampingan karena untuk menerapkan Pasal 5 (2) maka harus menerapkan dulu Pasal 5 (1) yaitu dibuktikan terlebih dahulu perbuatan dari pemberi suap.
"Harus dibuktikan terlebih dahulu penyuapan aktif yang dilakukan oleh Nunun Nurbaeti atau setidaknya melakukan penuntutan terhadap Nunun Nurbaeti atau menghadirkan Nunun sebagai saksi dalam persidangan," kata Made Hendra.
Sepanjang persidangan ini, Nunun yang mengaku sakit Pelupa Berat dan berada di Singapura tidak berhasil dihadirkan. Upaya penyidikan bagi Nunun ternyata juga belum tuntas karena belum menyentuh substansi dari kasus. Akibat Jaksa KPK menyatakan tidak perlu membacakan Berita Acara Pemeriksaan dari istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun ini. Nunun saat ini juga masih berstatus sebagai saksi.
Di samping itu, dalam sidang pembacaan putusan terhadap politisi Partai Golkar Hamka Yandhu, terdapat perbedaan pendapat pada majelis hakim. Hakim anggota Andi Bachtiar menilai, Nunun Nurbaeti terlibat dalam kasus aliran cek kepada sejumlah anggota DPR terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI itu. "Nunun adalah orang yang menyuruh melakukan pemberian cek tersebut," kata Andi Bachtiar.
Hakim Bachtiar berpendapat, perbuatan Nunun masuk dalam kualifikasi pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang perbuatan menyuruh melakukan tindak pidana. Dalam fakta persidangan, lanjutnya, Nunun telah memerintah Arie Malangjudo untuk memberikan ratusan cek, bernilai Rp50 juta per lembar, kepada beberapa anggota DPR. Pemberian itu terkait dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang dimenangkan Miranda.
© Copyright 2024, All Rights Reserved