Keluarnya keputusan akhir Mahkamah Agung AS pada pekan lalu yang memenangkan gugatan Karaha Bodas Company (KBC) atas pembatalan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Bodas oleh pemerintah, kini menyulut polemik di instansi yang terkait.
Putusan otoritas tertinggi AS yang memenangkan KBC tersebut, mewajibkan Pertamina membayar denda sebesar 265 juta dolar AS. Bahkan, sejumlah rekening milik pertamina di negeri ”paman sam” tersebut sudah dibekukan pemerintah AS.
Menghadapi kenyataan ini, Pertamina meminta pemerintah untuk ikut bertanggung jawab dan tidak lepas tangan dalam kasus gugatan KBC ini. Pertamina menilai kewajiban yang harus mereka tanggung adalah akibat keputusan yang dibuat oleh pemerintah. PLTP Karaha Bodas termasuk dalam 27 proyek listrik swasta yang dibatalkan pemerintah akibat krisis ekonomi tahun 1998.
"Pertamina akan bahas lagi dengan pemerintah karena proyek Karaha Bodas yang menghentikan bukan kita {koq}, tapi pemerintah, " ujar Direktur Utama PT Pertamina Ari Sumarno, pada pers usai rapat kerja di DPR, Selasa (10/10).
Menurut Ari, meskipun pemerintah menyatakan konsekuensi dari proyek itu harus diselesaikan B to B (business to business), beban yang harus ditanggung Pertamina muncul akibat keputusan pemerintah sebagai regulator. "Kami keberatan kalau hanya Pertamina yang harus menanggung," ujar Ari.
Ia menambahkan Pertamina dalam posisi sulit. Apabila Pertamina menyatakan bersedia membayar, asset perusahaan yang ada di luar negeri bisa disita sewaktu-waktu. Pertamina sudah sempat membayar 29,8 juta dollar AS, hasil penjualan gas alam cair.
Dari sisi hukum, meskipun keputusan MA Amerika Serikat sudah final, Pertamina masih mengusahakan upaya hukum lain untuk menunda pembayaran. "Pembayaran ganti rugi kami tunda karena Pertamina sedang mengajukan tuntutan adanya ketidakjujuran dan penipuan dalam kasus KBC," kata Ari.
Gugatan itu, lanjutnya, sudah diajukan kuasa hukum Pertamina ke pengadilan di Cayman Island. Ia enggan merinci detil kasus tersebut. ([lebih jauh simak di rubrik korupsi])
© Copyright 2024, All Rights Reserved