Komisi II DPR mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera menyelidiki dugaan korupsi pada proyek e-KTP. Dugaan korupsi tersebut diungkapkan Government Watch (GOWA) dengan melaporkan dugaan korupsi yang diperkirakan mencapai angka sebesar Rp1 triliun ke KPK.
"KPK hendaknya segara melakukan langkah-langkah lebih lanjut. Dengan melakukan pendalaman-pendalaman dan bisa memanggil pihak tertentu kalau memang sudah memenuhi kriteria," kata Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja kepada pers, Rabu (24/08).
Menurut Hakam, dalam internal Komisi II sudah ada pembicaraan mengenai dugaan tersebut. Namun, Komisi II menyerahkan sepenuhnya persoalan hukum tersebut kepada KPK.
"Di Komisi II nanti juga akan ada upaya pendalaman. Bisa panja bisa jadi tim pengawas. Tentu memang dari Komisi II akan melakukan pengawasan dengan lebih intensif," kata Hakam.
Hakam mengaku kecewa jika dugaan itu memang benar. Padahal proyek e-KTP ini cukup penting untuk membangun basis data kependudukan di Indonesia. Proyek ini sangat strategis dan menyangkut pengaturan di banyak aspek kehidupan masyarakat.
“Proyek ini menyangkut Aturan admnistrasi keuangan, kesejahteraan masyarakat, BOS, Perpajakan, perbankan dan lain sebagainya," kata Hakam Naja yang politikus PAN ini.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif GOWA, Andi W Syahputra, mengatakan, proses pelelangan sejak dari perencanaan, pengajuan anggaran hingga pelaksanaan lelang sarat dengan kepentingan pihak tertentu. Semua diarahkan pada pengaturan dukungan pada satu konsorsium perusahaan.
“Hasil investigasi yang dilakukan oleh GOWA sejak Maret hingga Agustus 2011, ditemukan dugaan kolusi pada penyelenggaraan lelang pengadaan e-KTP tahun 2011,” kata Andi kepada pers di kantor KPK, Jakarta, Selasa (23/08).
Menurut Andi, lelang ini diadakan oleh Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri RI. Hasil audit forensik GOWA tersebut menemukan tak kurang dari 11 penyimpangan, pelanggaran, dan kejanggalan yang kasat mata dalam proses pengadaan lelang tersebut.
GOWA mengklasifikasi fakta penyimpangan selama proses pelaksanaan pengadaan e-KTP dalam tiga tahapan lelang. Tahapan tersebut meliputi sebelum, penyelenggaraan lelang dan pelaksanaan pekerjaan yang dilelangkan.
“Indikasi itu tercium kuat dengan adanya pengaturan agar penyelenggaraan lelang e-KTP diarahkan dan dimenangkan oleh atu konsorsium yaitu PNRI,” ujar Andi.
Terkait proyek ini, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi sudah meminta KPK untuk mengawasi pelaksanaan proyek e-KTP dengan nilai pengadaan lebih dari Rp6 triliun. KPK diminta mengawal pengadaan barang dan jasa NIK untuk memperkecil peluang korupsi. Pengadaan NIK ini dimaksimalkan dengan cara e-procurement.
© Copyright 2024, All Rights Reserved