Korban peristiwa Talangsari (1989), menolak tegas tindakan Komite untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) yang menggugat Presiden Megawati atas pengangkatan Hendropriyono sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN). Para korban Talangsari itu mendesak Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) untuk membatalkan gugatan tersebut.
Hal tersebut dinyatakan Haji Sukardi mewakili belasan korban kasus Talangsari dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Selasa (22/1/2002).
Menurut Haji Sukardi, Kontras telah menyalahi komitmen bersama dan menggunakan kasus tersebut untuk tujuan politis. “Kami tidak menghendaki kasus Talangsari digunakan untuk menyerang martabat seseorang dan apalagi melawan kebijakan pemerintahan yang sah,” tandasnya.
Dalam pandangan para korban, Kontras telah menggiring opini publik yang negatif terhadap Hendropriyono, yang kini telah diangkat sebagai Kepala BIN.
“Secara lisan kami sering menyatakan keberatan kepada Kontras agar tidak mengembangkan investigasi sebagai konsumsi publik dan untuk menentang pemerintah,” jelas Haji Sukardi.
Lebih jauh, kata Haji Sukardi, tindakan Kontras telah mengoncang masyarakat dan mengganggu ketentraman masyarakat Talangsari yang telah berusaha untuk menciptakan suasana damai dan kehidupan yang sejahtera.
Atas nama para Korban, Haji Sukardi mengajukan peringatan (somasi) kepada Kontras untuk menghentikan segala tindakan yang dinilai telah memanfaatkan para pelaku korban dan keluarga yang tidak sejalan dengan keyakinan mereka.
“Kami berharap dengan somasi ini, PTUN segera membatalkan gugatan Kontras yang tidak mewakili aspirasi para korban,” tukasnya.
Sebelumnya, pekan lalu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), menyidangkan gugatan korban kasus Talangsari, Lampung, terhadap Keppres No 229/M Tahun 2001 tentang Pengangkatan Letnan Jenderal TNI (purn) Abdullah Makhmud Hendropriyono sebagai Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN).
Tim kuasa hukum korban kasus Talangsari dari berbagai LSM menyatakan, PTUN harus membatalkan keppres pengangkatan Kepala BIN AM Hendropriyono, sebab dapat menimbulkan akibat hukum khususnya terhadap upaya-upaya proses hukum pengungkapan kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Talangsari, Lampung.
“Pada tahun 1989, Hendropriyono menjabat sebagai komandan Korem 043 Garuda Hitam berpangkat kolonel, yang dianggap mengetahui secara detail peristiwa di Desa Talangsari. Sehingga, dengan keluarnya surat keputusan tentang pengangkatan Hendropriyono sebagai Kepala BIN dapat terjadi resistensi terhadap upaya-upaya proses penyelidikan atas peristiwa tersebut," tegas Ketua Presidium Badan Pekerja Yayasan Kontras Ori Rahman pekan lalu di Jakarta.
Penghambat penyelidikan itu, lanjut Ori, misalnya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan pencarian data-data di Badan Intelijen Negara.
Menanggapi gugatan itu, kuasa hukum tergugat yang terdiri dari Amir Hasan Ketarem, Slamet Riady, Loeke Larasati, Mardina Karo Karo, Ratimal, dan Maria menyatakan, gugatan yang dilontarkan oleh pihak penggugat tidak berdasar.
Sebab, kata kuasa hukum tergugat, keputusan presiden itu tidak secara langsung ditujukan kepada penggugat. Selain itu, keputusan tersebut tidak merugikan kepentingan penggugat secara langsung. Lebih dari itu, tegas mereka, penggugat tidak memiliki kapasitas sebagai subjek hukum yang dapat mengajukan gugatan ke PTUN.
© Copyright 2024, All Rights Reserved