Belum sirna mendung menyelimuti wajah masyarakat Nusa Tenggaara Timur meratapi tragedi Nirmala Bonat (19) yang dianiaya majikannya di Kuala Lumpur, Malaysia, terungkap lagi tragedi yang menimpa TKW asal NTT lainnya.
Sebanyak 38 TKW asal Timor yang semula dikirim ke Malaysia untuk dijadikan pembantu rumah tangga ternyata nyaris dijadikan wanita penghibur di Medan, Sumatera Utara. Beruntung, sebanyak 13 dari 38 TKW itu berhasil meloloskan diri lewat jendela rumah penampungan dan mudik ke Kupang, Rabu (25/5) malam. Dalam perjalanan mereka didampingi Darmanto Pah, staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT.
“Selama seminggu di Medan, kami dikurung dalam sebuah rumah. Pintu dan jendela dikunci dari luar. Saya melarikan diri lewat jendela Pkl.01.00, Kamis (20/5) dan jalan kaki sejauh 3 Km ke Pastoran Martubung. Sebelumnya, saya sempat telpon Pastor minta perlindungan,” tutur Maria Killa, salah seorang korban penyekapan.
Selanjutnya, dia bersama rekannya, Ruth Risi dilindungi Pastor Josef Due dan Paulus Payong, sampai dijemput staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT untuk diboyong ke Kupang. Sedangkan tiga rekannya, Rosalinda, Klara dan Getrudis hingga kini tak diketahui nasibnya. Ketiganya tertidur lelap ketika Maria kabur.
Maria Cs diboyong PT. API ke Surabaya, 30 April 2004 dengan Kapal Mentari Nusantara. Di Surabaya, para TKW itu dititipkan di PT. Dwipa Hari Tama, milik Iwan. Selang sepekan di Surabaya, mereka diboyong ke Medan. Padahal, sesuai kontrak kerja seharusnya mereka dipekerjakan sebagai TKW di Malaysia.
Menurut Maria, ia menaruh curiga dirinya dan rekannya bakal dijual PT. API kepada germo senilai Rp. 1 juta/orang. Kecurigaan tersebut muncul karena saat di Medan ada seorang ibu yang datang dan bertanya kepada John, petugas PT API di Medan, “Apa ada yang rambut keriting,” kata Maria menirukan suara ibu tadi. Tapi, John mejawab, “itu sudah dijual Rp. 1 juta”. Maria juga sempat menguping percakapan John via HP dengan seseorang. Dalam percakapan itu, John menyebut para TKW itu dengan istilah “ ayam “.
Polisi kini masih mengejar staf PT. API yang memboyong ke-38 TKW itu. Direktur Reserse dan Kriminal Polda NTT, Kombes Polisi Nicolaus Eko Riwayanto menjelaskan, ke-13 TKW yang berhasil lolos dari sekapan di Medan bakal diperiksa keterangannya sebagai bahan untuk menjerat pihak PT. API. “Perusahaan itu melanggar UU Tenaga Kerja Nomor: 13/Tahun 2003 dan bisa dikenai Pasal penipuan,” katanya. Polda NTT bekerja sama dengan Polda Sumut kini masih melacak keberadaan 25 TKW lainnya.
PT. API, perusahaan yang menipu ke-38 TKW itu sampai kini tak terdaftar di register Asosiasi Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT. “Itu perusahaan ilegal yang memberangkatkan TKW juga secara ilegal,” tutur Ir. Abraham Paul Liyanto, Ketua Asosiasi Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) NTT.
Tragedi yang menimpa ke-38 TKW itu terungkap bersamaan dengan kasus Nirma, panggilan manis Nirmala Bonat (19) putri semata wayang pasangan Daniel Bonat (39) dan Martha Toni (36) petani asal dusun Niluna, RT 10/RW III, Desa Tuakapas, Kecamatan Kuanlin, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), NTT.
Gadis tamatan SMP Bina Karya Tuakapas, Kecamatan Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan NTT itu, menjadi buah bibir publik Indonesia dan Malaysia, lantaran disiksa secara keji oleh majikannya di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia disiram majikannya, Ny. Yim Pek Ha (36) dengan air mendidih, lalu dipukul dengan cawan besi, sehingga mengakibatkan sekujur tubuhnya luka bakar. Ia menyelamatkan diri Senin (17/5) petang via tangga darurat lantai 25, lalu berteriak histeris hingga didatangi Satpam dan diboyong ke polisi Kuala Lumpur. Kini, Nirmala berada dalam perlindungan KBRI.
Nirmala berangkat ke Malasya, September 2003 menggunakan jasa PT. Kurnia Bina Rezeki Abadi, di Ciracas, Jakarta Timur. Sehari-hari, ia bangun subuh dan tidur larut malam, karena sibuk memasak, mencuci, seterika dan merawat empat anak majikannya, yang beralamat di rumah nomor: 33B-25-26, Jln. Tun Ismail, Kuala Lumpur.
Tiga bulan pertama, ia diperlakukan secara baik. Tapi, bulan-bulan berikutnya, tensi emosi Ny. Yim Pek Ha mulai tak bisa dikendalikan di saat suaminya berangkat kerja. Apabila Nirmala melakukan kesalahan kecil saja, seperti mengepel tak bersih atau menyeterika tak rapih dia mendapat hukuman fisik. Kekejaman majikan ini dialami gadis mantan penjaga warung di Kupang itu selama lima bulan belakangan. Tapi, tak satu pun penghuni apartemen mengetahuinya. Bahkan, suami Ny. Yim Pek Ha, diam saja ketika isterinya menganiaya Nirmala.
Puncaknya, ketika Nirmala secara tak sengaja memecahkan cangkir, Senin (17/5) Ny. Yim emosi hebat dan mengguyurnya dengan air yang sedang mendidih, lalu dipukul lagi dengan cangkir. Dalam kondisi tubuh yang terkelupas kena air panas, Nirmala mencoba lari. Tapi, dikejar Ny. Yim. Keduanya saling tarik tangan, tapi akhirnya Nirmala berhasil lolos melalui pintu utama apartemen yang tak terkunci.
Kemudian, ia kabur lewat pintu darurat lantai 25 dan sempat bersembunyi di bawah tangga. Akhirnya ia berteriak histeris dan didengar Satpam apartemen. Satpam tadi membawanya ke polisi, lalu diserahkan ke KBRI Kuala Lumpur.
Kini, Nirmala sedang dirawat di KBRI. Sedangkan Ny. Yim diamankan polisi dan kini terancam pidana 67 tahun dengan empat tuduhan. Yakni, dengan sengaja mengakibatkan cedera parah pada Nirmala dengan seterika panas, mencederai Nirmala dengan air panas dan mencederai Nirmala dengan cawan besi. Kejadian ini berlangsung pada kisaran Januari sampai Mei 2004.
Tragedi Nirmala tersebut mengakibatkan “kemarahan nasional” di Malaysia. Sedangkan, orang tua Nirmala nun jauh di RT 10/RW III, Dusun Niluna, Desa Tuakapas, Kecamatan Kualin, Kabupaten Timor Tengah Selatan NTT, hanya pasrah pada nasib. “Semula kami keberatan dia jalan ke Malasya. Tapi, dia diam-diam pergi. Kami baru tahu dia pergi ke Malasya ketika terima surat yang ditulis Nirmala dari Jakarta. Waktu itu, ia sedang pelatihan di sana,” tutur ayah Nirmala.
Petani berkulit hitam itu bersama isterinya Martha Toni, tersentak histeris ketika mendapat kabar dari staf Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTT, Jumat (21/5) malam. Saat itu dia mendengar anaknya Nirmala jadi korban perlakuan kasar majikannya di Kuala Lumpur.
Menurut Daniel, Nirma dikenal sebagai anak yang baik dan berkemauan keras. “Sejak dia kecil, kami tidak pernah pukul dia. Eeeh… di Malaysia dia diseterika seperti binatang,” kata Daniel dengan nada emosi. Ia berharap agar pelaku kekerasan terhadap Nirmala dihukum seberat-beratnya.
Daniel mengisahkan, sejak tiba di Malaysia Nirmala tak memberi mengirim. “Kami pikir dia baik-baik di sana. Tahu-tahunya terkena musibah. Kami minta dia cepat kembali,” pintanya. Daniel mengikhlaskan isterinya Martha bertandang ke Malaysia untuk menghibur Nirmala. Martha didampingi saudaranya Daniel Bire dan Paul Liyanto, kini sudah tiba di Kuala Lumpur. Martha mengaku agak gugup bepergian ke luar negeri. “Selama hidupnya berkunjung ke kota Kupang saja, dia baru dua kali,” ungkap suaminya.
Sebelum berangkat ke Malaysia, Martha beserta dua anaknya sempat diterima oleh Presiden Megawati Soekarnoputeri di Kediamannya di Kebagusan 4 No.45 Jagakarsa, Jakarta Selatan, Rabu (26/5) pagi. Pada kesempatan itu Megawati berpesan kepada setiap calon TKW yang akan berangkat ke luar negeri terlebih dulu minta izin dari orang tuanya. Jangan lagi terulang musibah seperti yang terjadi pada Nirmala.
Nirmala merantau sebagai TKW ke Malaysia secara legal via PT. Kurnia Bina Rizki. Bersama 27 rekannya, ia dikontrak dua tahun dengan gaji 400 ringgit sebulan. Sesuai aturan perusahaan lima bulan pertama, gaji tak dibayar. “Gaji lima bulan pertama untuk ganti uang transpor, akomodasi , tes dan pelatihan yang dikeluarkan perusahaan,” tutur Jhon Salmun, Direktur PT. Kurnia Bina Rizki Cabang Kupang.
Salmun menjelaskan, tragedi yang dialami Nirmala adalah suatu musibah tindak kriminal. “Saya sudah minta maaf pada keluarga Nirmala dan hak-haknya akan dibayarkan. Tapi untuk sementara tetap Nirmala masih harus berada di Kuala Lumpur untuk jadi saksi atas proses hukum terhadap majikannya,” katanya.
Menurut Salmun, tragedi yang dialami Nirmala merupakan pelajaran emas bagi manajemen Pusat PT. Kurnia Bina Rizki di Jakarta agar menempatkan TKW pada majikan yang tepat.
Dukacita Nirmala juga mengundang amarah di Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan. Wakil Bupati Kabupaten Timor Tengah Selatan, Drs. Pieter Lobo, kini menginstruksikan Kepala Desa, Lurah dan Camat agar lebih telaten memantau manuver perusahaan yang ingin merekrut tenaga kerja di wilayahnya. Ia juga mengingatkan warganya agar hati-hati nila diiming gaji tinggi untuk bekerja di Malaysia.
Kaukus Perempuan NTT, juga mengeluarkan keprihatinan tertulis kepada PM Malasya melalui Dubes Malaysia di Jakarta, Rabu (26/5). Ketua Kaukus Perempuan NTT, Ny. Intje Sayuna, menegaskan, tragedi yang dialami Nirmala memicu kaum perempuan NTT untuk mendesak Pemerintah Daerah agar membuat Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur perlindungan kepada Pembantu Rumah Tangga. “Sekarang hanya ada UU TKW. Sedangkan UU khusus tentang perlindungan terhadap Pembantu Rumah Tangga belum ada,” paparnya.
Tragedi yang dialami Nirmala dan 38 rekannya bikin publik Timor jadi trauma untuk menjadi TKW. “Pernah isteri saya diajak ke Malaysia. Saya tidak mau, karena takut disiksa atau dijadikan pelacur. Saya pikir, biar tidak ada uang, kerja kebun saja. Makan jagung pun tak apa-apa,” komentar Alex Sapitu, seorang warga Saraen, Kupang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved