Salah satu penyebab sulitnya untuk keluar dari krisis multi dimensi yang dialami Indonesia dewasa ini adalah lemahnya penegakan hukum. Perangkat hukum dan aparat hukum yang ada telah terkontaminasi dengan praktik-praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Amanat reformasi yang didengung-dengungkan berjalan terseok-seok akibat lemahnya penegakan hukum
Buktinya, sejumlah kasus pelanggaran HAM, Kolusi Korupsi dan Nepotisme (KKN) tak bisa diungkap dan boleh dikatakan masih berlangsung.
Demikian penilaian Ketua Dewan Pembina Koalisi Masyarakat Pendorong Good Governance (Kompagg) Mastra Liba SH, MBA dalam percakapan dengan politikindonesia.com di Jakarta belum lama ini.
Sebagai salah satu solusi untuk keluar dari masalah ini, menurut Mastra Liba, ke depan pasca pemilihan presiden 2004, perlu dibentuk Menteri Koordinator (Menko) Hukum. Dalam menjalankan tugasnya, Menko hukum membawahi tiga institusi, yakni Menteri Kehakiman, Kejaksaan yang juga merangkap menjadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) tertinggi, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan).
Peran dan Menko Hukum nantinya, sebagai motor pembenahan hukum secara menyeluruh di masa mendatang. Tugas Menko hukum yakni, menangani seluruh persoalan berbau hukum, mulai dari penyusun serta pengawal dalam pelaksanaan suatu undang-undang.
Mantan staf ahli Jaksa Agung Baharudin Lopa ini menilai, supremasi hukum hingga saat ini belum berjalan maksimal. Perundang-udangan dan aparat hukum yang mengemban wewenang tersebut sejak lama terkontaminasi sehingga pelaksanaan penegakan hukum terabaikan.
“Kontrol ketat bagi aparatur pelaksana hukum tidak berjalan serta saling tumpang tindih. Tidak adanya institusi pemerintahan yang mewadai seluruh lembaga hukum, seperti kepolisian, peradilan dan kejaksaan dan pengawas aparatur negara,” jelasnya.
Sebagai contoh kasus, Mastra Liba mengatakan, kasus pelanggaran hukum yang ditangani oleh aparat kepolisian sebanyak 15 kasus. Namun, 10 kasus kasus hukum itu diselesaikan ‘dibawah meja’, sedangkan sisanya diserahkan ke lembaga kejaksaan untuk ditangani lebih lanjut. Dari lembaga kejaksaan, kasus itu antara 2-3 kasus yang diserahkan ke pengadilan untuk divonis, sedangkan sisanya diselesaikan dengan cara melanggar hukum.
“Bobroknya kondisi penanganan hukum telah berlangsung lama sehingga banyak kasus pelanggaran hukum yang tidak selesai ditangani secara serius,” tegasnya.
Mastra Liba menegaskan, tidak adanya kekompakan serta keahlian khusus dalam penanganan kasus pelanggaran hukum. Profesionalisme aparat hukum di lembaga kepolisian juga kian hari semakin terpuruk.
“Buktinya, banyak sekali penyelidikan yang ditangani kepolisian diserahkan ke kejaksaaan terpaksa dipulangkan kembali, karena tidak lengkapnya bukti serta cacat hukum. Dahulu, antara aparat penyidik kepolisian dan kejaksaan ditangani satu atap untuk mempersamakan persepsi penyidikan. Tapi, penanganan satu atap itu tidak lagi berjalan tanpa sebab yang jelas,” ungkap mantan jaksa yang mengabdikan diri di lingkungan Kejaksaan selama 30 tahun itu.
Menurutnya, pembenahan menyeluruh dalam penanganan kasus pelanggaran hukum dilakukan dengan pembentukan Menko Hukum.. Tugas utama dari lembaga Menko hukum yakni mewadai aparat penegakan hukum, kejaksaan dan peradilan dan Departemen yang mengawasi kerja aparatur negara, yang bertugas melaksanakan tugas negara. .
“Bila proses itu berjalan, maka di masa mendatang penanganan hukum akan lebih sistematis dan terkontrol. Aparatur negara yang bertugas menjaga supremasi hukum dilindungi oleh undang-undang, dan bila melakukan kesalahan akan dikenakan sanksi tegas,” tegas pria kelahiran Sulawesi Selatan ini.
© Copyright 2024, All Rights Reserved