Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dipastikan tidak akan menghadiri Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Selasa (5/6). Kehadiran Presiden sedianya untuk menjawab interpelasi DPR soal persetujuan pemerintah atas Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa No 1747 tentang Perluasan Sanksi pada Iran.
Presiden Yudhoyono mewakilkan pada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang juga Menteri Dalam Negeri (Ad Interim) Widodo AS untuk menyampaikan penjelasan pemerintah didampingi Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa.
Ketua DPR Agung Laksono mengaku telah menerima surat resmi dari Presiden tentang hal tersebut. "Isinya, secara garis besar, beliau (Presiden) akan menjelaskan sikap pemerintah soal Resolusi DK PBB 1747. Tapi, penjelasan itu akan disampaikan Menko Polhukam sekaligus Mendagri (Ad Interim) dan didampingi Mensesneg," kata Agung, Minggu (3/6).
Ketika ditanya tanggapannya soal ketidakhadiran Presiden ini, Agung belum mau berkomentar. "Biar Paripurna DPR saja yang menilai. Saya tidak mau mempengaruhi," ujar Agung diplomatis.
Seperti diketahui bahwa usulan interpelasi Iran diajukan 280 anggota DPR dari sembilan fraksi, termasuk empat pemimpin DPR. Hanya anggota Fraksi Partai Demokrat tidak ikut tanda tangan. Usulan itu diterima Paripurna DPR 15 Mei 2007. Selanjutnya, berdasarkan Rapat Badan Musyawarah DPR, 24 Mei 2007, Ketua DPR mengundang Presiden untuk memberi penjelasan di depan Sidang Paripurna, 5 Juni 2007.
Menanggapi ketidakhadiran Presiden, para interpelator sudah menyiapkan sejumlah skenario. Inisiator interpelasi Iran dari Fraksi Partai Golkar, Yuddy Chrisnandy, ketika dikonfirmasi mengatakan, "Ada tiga skenario jika SBY mewakilkan."
Skenario pertama adalah menolak kehadiran menteri karena sudah gagal meyakinkan DPR sebelumnya. Skenario kedua, menghujani menteri dengan interupsi, mempertanyakan hal yang mestinya dijawab langsung Presiden. Skenario ketiga, melancarkan aksi keluar sidang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved