Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) akhirnya menolak permintaan Komisi Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP HAM) untuk memanggil paksa para jenderal TNI/Polri dalam kasus pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan II.
Sebelumnya, KPP HAM PN Jakpus meminta memanggil enam orang perwira tinggi TNI/Polri, masing-masing Jend. Purn. Wiranto, Letjen Djaja Suparman, Kol TNI George Tuisuta, Letkol TNI Amril Amir, Letkol CPM DJ Nachrowi dan Kol. Priyanto.
Keputusaan menolak itu disampaikan oleh Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Rusydi Asad di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (21/02/2002). Alasan penolakan, surat pemanggilan KPP HAM alamatnya tidak jelas atau domisili yang dituju kurang lengkap sehingga tidak sampai ke tujuan. Selain itu, tidak ada bukti surat panggilan dari KPP HAM sampai kepada pihak yang dipanggil.
PN Jakpus juga mempersoalkan isi surat pemanggilan yang bentuknya mengundang dan bukan panggilan. PN Jakpus meminta agar KPP HAM secara tegas membuat surat panggilan bukan undangan bertemu.
Menanggapi keputusan itu, pihak Polri menegaskan sikapnya untuk menghormati keputusan yang diambil PN Pusat. “Polri menghormati apapun keputusan yang diambil pengadilan," tegas Kepala Pembinaan Hukum (Kababinkum) Polri Irjen Pol Logan Siagian usai mengikuti rapat denga Panitia Ad Hoc I DPR di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/2/2002).
Namun Logan juga menghargai upaya KPP HAM untuk meminta pertimbangan PN Jakpus dalam memutuskan persoalan itu. “Jadi menurut saya, sudah benar itu KPP HAM datang ke pengadilan. Karena ini ada interpretasi yang berbeda.”
Sementara itu, soal keberadaan KPP HAM Trisakti, Pengadilan Negeri/HAM Jakarta Pusat menegaskan, pembentukan KPP HAM Trisakti, Semanggi dan Semanggi II sah menurut hukum. Alasannya, KPP HAM dalam melakukan penyelidikan telah sesuai UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Keputusan PN/HAM Jakpus ini dibacakan oleh Wakil Ketuanya Rusydi Asad di Kantor PN Jakpus, Jakarta Pusat, Kamis (21/02/2002). Dikatakan, Komnas HAM berhak untuk membentuk KPP HAM yang bertugas melakukan penyelidikan atas dugaan pelangggaran HAM berat dalam peristiwa Trisakti 12 Mei 1998, Peristiwa Semanggi I November 1998 dan peristiwa Semanggi II September 1999 yang mengakibatkan jatuhnya korban mahasiswa dan masyarakat.
Ditegaskan PN Jakpus, wewenang KPP HAM Trisakti, Semanggi I dan II telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku yakni UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia terutama pasal 89 ayat 3 dan UU No 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM.
Dalam pasal 19 menyebutkan bahwa KPP HAM bisa melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang terjadi dan kasus-kasus yang berkaitan, meminta keterangan pihak korban, memanggil dan memeriksa saksi-saksi dan pihak-pihak yang diduga terlibat dalam pelanggaran HAM, mengumpulkan buki-bukti tentang dugaan pelanggaran HAM dan meninjau tempat kejadian.
Pengadilan Negeri/HAM Jakpus juga menyatakan bahwa hasil kerja KPP HAM diserahkan kepada sidang paripurna Komnas HAM untuk mendapatkan pengesahan. Dan untuk selanjutnya diserahkan ke Kejaksaan Agung guna ditindaklanjuti.
Tentang keanggotaannya, KPP HAM terdiri dari tim asistensi penyelidikan, sekretaris dapat dibantu narasumber atau ahli di bidang tertentu. Keputusan ini mengakhiri perdebatan pasal 43 UU No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Keputusan ini juga menegaskan bahwa KPP HAM diminta memperbaiki kesalahan administrasi guna pemanggilan kembali terhadap para Pati TNI dan Polri. "Silahkan, melakukan perbaikan dan nanti bisa diajukan (pemanggilan) kembali," tandas Asad
© Copyright 2024, All Rights Reserved