Pemerintah mengeluarkan aturan baru terkait pembatasan kepemilikan waralaba restoran dan kafe. Melalui peraturan ini, baik pemilik waralaba maupun penerima waralaba hanya dibolehkan mendirikan gerai restoran dan kafe maksimal 250 gerai. Aturan ini untuk melindungi dan memberdayakan pebisnis lokal.
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan mengatakan, pihaknya telah resmi membatasi kepemilikan kafe dan restoran maksimal 250 gerai. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengembangan Kemitraan dalam Waralaba untuk Jenis Usaha Jasa Makanan dan Minuman.
"Peraturan ini kami buat, karena kami tidak ingin tebang pilih dalam mengatur waralaba yang menjalankan aktivitas bisnisnya di Indonesia. Aturan ini menjadi pelengkap bagi ketentuan pembatasan kepemilikan gerai toko modern yang diatur dalam Permendag sebelumnya," kata Gita kepada politikindonesia.com, di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag) Jakarta, Jumat (15/02).
Dijelaskan, aturan pembatasan itu dilakukan, setelah melihat banyaknya jumlah waralaba kafe dan restoran asing yang sudah melebihi ketentuan masuk ke Indonesia. Hingga tahun 2011, 400 waralaba restoran dan kafe asing yang sudah beroperasi di Indonesia.
"Pada prinsip pengaturan kepemilikan itu adalah pembatasan tertentu dari jumlah outlet yang mereka kelola. Setelah ada pembatasan tertentu, nantinya pewaralaba harus memberdayakan pebisnis lokal," paparnya.
Menurutnya, secara garis besar aturan ini tidak akan jauh berbeda dari pembatasan waralaba ritel yang telah disahkan tahun lalu. Di mana setiap pemilik waralaba restoran hanya boleh memiliki gerai sampai batas tertentu. Untuk pendirian selanjutnya, pemilik harus mewaralabakan atau menggandeng mitra dengan pola penyertaan modal.
"Penyertaan modal minimal 40 persen, jika nilai investasinya maksimal Rp10 miliar. Namun, jika melebihi Rp10 miliar, penyertaan modal minimal sebesar 30 persen," tegasnya.
Gita memaparkan, ruang lingkup usaha yang diatur meliputi restoran, rumah makan, bar tempat minum dan kafe. Peraturan pembatasan gerai ini mulai diberlakukan pada Maret 2013 dan akan berlaku selama 5 tahun.
"Ketentuan tersebut berlaku surut. Mereka yang sudah memiliki lebih dari 250 gerai diberikan kelonggaran waktu selama 5 tahun untuk melakukan penyesuaian," ujarnya.
Dalam peraturan ini, lanjut Gita, kafe dan restoran juga diwajibkan menggunakan bahan baku dan peralatan produksi dalam negeri, paling sedikit 80 persen. Selain itu, pemerintah hanya mewajibkan pengusaha tidak menjadi pemegang saham mayoritas pada cabang daerah.
"Aturan ini memungkinkan pengusaha lokal daerah bekerja sama dengan pengusaha luar daerah dengan memberdayakan Usaha Kecil Menengah (UKM). Jadi transfer ilmu. Pihak asing tetap dalam posisi mengontrol, manajemen, tapi bisa merangkul kawan-kawan daerah," ucapnya.
Menanggapi adanya aturan pembatasan tersebut, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia Amir Karamoy mengungkapkan, pengesahan aturan pembatasan tersebut dianggap tergesa-gesa sehingga tidak menyasar persoalan waralaba secara tepat. Seperti, konsep penyertaan modal yang tertuang dalam Permendag itu bertentangan dengan prinsip waralaba.
"Sementara yang dimaksud dengan waralaba adalah model kerja sama setara, antara perusahaan waralaba dan penerima waralaba. Dengan definisi itu, seharusnya manajemen dikontrol oleh pewaralaba di daerah dan bukan lagi pemilik lisensi utama. Karena itu, penyertaan modal yang dimaksud dalam aturan itu sama sekali tidak masuk akal," tambahnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved