Majelis Hakim yang dipimpin Johanes Binti menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan terdakwa kasus penyimpangan "operational fee" BNI, yaitu mantan Direktur Kepatuhan BNI Muhammad Arsyad dan mantan Kepala Divisi Hukum BNI Tri Kuntoro.
Sidang yang dimulai pada pukul 11.30 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (9/1), itu menyatakan bahwa nota keberatan yang diajukan tim penasehat hukum terdakwa ditolak. Hal itu karena surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai sah menurut hukum dan selanjutnya Majelis Hakim memerintahkan JPU untuk meneruskan kasus tersebut.
"Kami minta minta kasus diteruskan dengan pemeriksaan saksi-saksi," ungkap Johannes.
Dalam nota keberatan yang diajukan, dua terdakwa menyatakan keberatan terhadap dakwaan JPU terkait pemberian "operational fee" kepada tiga pejabat Mabes Polri yang nilainya mencapai Rp1,25 miliar.
Kasus itu berawal saat terdakwa Arsyad yang pada 23 September 2003 meminta pengacara Janis & Associates, Ronny L.D Janis, agar mengajukan dana operasional kepada BNI sebesar satu milyar rupiah untuk kemudian dibelikan Mandiri Traveller Cheque (MTC). Kemudian Ronny L.D Janis menyanggupi permintaan itu dan menanyakan kepada Tri Kuntoro untuk memperjelas teknis permintaan dana tersebut.
Tri Kuntoro menyarankan agar Ronny L.D Janis mengirimkan invoice permintaan dana operasional penanganan penyelesaian kasus BDB (Bank Dagang Bali), sehingga seolah-olah BNI mempunyai kewajiban untuk membayar tagihan kepada Ronny L.D Janis sebesar satu milyar rupiah. Setelah menerima transfer dana dari BNI, Ronny L.D Janis kemudian membelikan MTC (Mandiri Travel Chaque) sebanyak 4 (empat) buku atau sama dengan 40 lembar MTC sebagaimana permintaan Arsyad.
MTC yang dibeli Ronny diserahkan kepada Tri Kuntoro dan kemudian diserahkan kepada Arsyad. Empat puluh lembar MTC itu kemudian diserahkan kepada Erwin Mappaseng yang saat itu menjabat sebagai Kabareskrim Polri.
Permintaan Arsyad kepada Ronny agar membuat invoice permintaan dana kepada BNI ternyata berlanjut. Pada 4 November 2003, Arsyad kembali meminta Ronny untuk meminta dana operasional kepada BNI sebesar Rp1,25 miliar. Kelanjutannya sama dengan proses sebelumnya. Setelah berkonsultasi dengan Tri Kuntoro, Ronny membuat in voice yang seolah-olah adalah tagihan atas dana operasional penanganan kasus BDB.
Setelah menerima transfer dana tersebut, Ronny menukarkannya dengan MTC sebanyak lima buku atau 50 lembar MTC dan diserahkan kepada Tri Kuntoro. Tri Kuntoro selanjutnya menyerahkan MTC tersebut kepada pejabat Mabes Polri, Samuel Ismoko, sebanyak delapan lembar senilai Rp200 juta dan kepada pejabat Mabes Polri lain, Irman Santoso, sebanyak 10 lembar senilai Rp250juta .
Adapun sisa MTC yang berjumlah 32 lembar diserahkan Tri Kuntoro kepada Arsyad. Beberapa hari kemudian masih di bulan yang sama (November), Arsyad kembali menemui Erwin Maseppang dan menyerahkan seluruh sisa MTC sebanyak 32 lembar atau senilai Rp 800 juta.
Penuntut umum memandang akibat perbuatan Arsyad dan Tri Kuntoro yang memerintahkan Ronny L.D Janis mengajukan penagihan pembayaran dana operasional penanganan penyelesaian kasus BDB dan pemberian MTC kepada sejumlah pejabat Polri tidak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dan rasa keadilan di masyarakat.
Selain itu, penuntut umum melihat dalam perkara ini negara cq BNI mengalami kerugian sebesar Rp 2,432 miliar. Dengan ditolaknya eksepsi, maka sidang dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi akan digelar Selasa (16/1).
© Copyright 2024, All Rights Reserved