Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusulkan kewenangan Badan Pengawas Pemilu diperkuat. Penguatan tersebut dengan memberikan kewenangan kepada Bawaslu untuk bisa mengadili perkara yang terkait proses administrasi, hingga pada pembatalan pencalonan.
Salah satu contohnya, untuk kasus politik uang, Bawaslu diusulkan punya kewenangan untuk tidak meloloskan pasangan calon yang tertangkap melakukan kecurangan. "Jadi, seorang tidak boleh melanjutkan pencalonannya, politik uang langsung diskualifikasi," kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kemendagri Sumarsono kepada pers di Yogyakarta, Selasa (26/04).
Tak berbeda, nantinya pelanggaran yang sifatnya pidana akan tetap diteruskan ke pihak berwenang yakni Kepolisian. "Kalau pidana silahkan ke Polisi untuk dilanjutkan," ujar Soni.
Selam ini, tidak ada sanksi pidana dalam UU Pilkada bagi orang yang melakukan pelanggaran politik uang. Meski demikian, Bawaslu menegaskan bahwa sanksi pidana untuk pelaku dan penerima politik uang tetap dapat diterapkan dengan menggunakan instrumen KUHP.
Dalam UU KUHP, yaitu pasal 149 ayat (1) dan (2) untuk menjerat pelaku politik uang. Ayat 1 berbunyi "Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling besar empat ribu lima ratus rupiah.”
Sedangkan ayat 2 "Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap".
© Copyright 2024, All Rights Reserved