Hubungan militer antara Indonesia dan Amerika Serikat selama ini selalu mengalami pasang surut. Paska dicabutnya embargo militer yang diterapkan AS terhadap Indonesia beberapa waktu lalu, hubungan militer Indonesia dan AS kembali memasuki babak baru. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap hubungan militer ini dapat berlangsung secara penuh dan permanen.
Hal itu dikemukakan Presiden disela-sela kunjungan kehormatan Menteri Pertahanan AS Donald Rumsfeld ke Istana Negara, Selasa (6/6) lalu. Yudhoyono memandang isu itu penting mengingat masih adanya upaya di Washington, AS, untuk mengubah hubungan militer yang sudah berjalan baik dan penuh.
Dalam kunjungan kehormatan Rumsfeld selama 45 menit sejak pukul 14:00 WIB itu, Presiden didampingi Menhan Juwono Sudarsono, Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda, dan Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto.
”Satu hal yang disampaikan Presiden adalah pentingnya normalisasi hubungan militer Indonesia dan AS menjadi satu hal yang permanen. Ini penting mengingat masih adanya upaya di Washington, AS, untuk mengubah hubungan yang selama ini sudah berjalan dengan baik dan penuh,” ujar Juru Bicara Presiden Dino Patti Djalal seusai pertemuan itu.
Bagi Indonesia, dengan normalisasi kerjasama pertahanan Indonesia mentata kembali Alutsista yang terkena embargo sejak 1999.
Sampai saat ini, masih terdapat beberapa kontrak dengan dukungan Fasilitas Kredit Eskport (KE) dengan AS yang terhenti karena embargo, antara lain upgrade avionik pesawat F-5, pengadaan pesawat terbang Hawk, pengadaan Sucad&Overhaul Engine pesawat A-4 dan retribusi pesawat F-5/TS-0510.
Dengan dicabutnya embargo, Indonesia berupaya meningkatkan kerjasama bidang militer, pemanfaatan seoptimal mungkin program Foreign Military Sales (FMS) dan Foreign Military Finance (FMF) untuk meningkatkan kesiapan alutsista.
Sementara itu menurut pihak AS, embargo Indonesia telah dicabut tanpa syarat karena Indonesia telah berhasil menciptakan kondisi dan perubahan yang positif di dalam negeri.
Menurut Dino, Rumsfeld menyatakan bahwa dirinya memang merupakan salah satu pihak yang selama ini aktif mendorong normalisasi, terutama terkait dengan Kongres AS. ”Bahkan, menurut Rumsfeld, jika ada masalah, hendaknya diselesaikan dan bukan ditangani dengan cara memutuskan hubungan militer,” katanya.
Ia mengutarakan, Presiden Yudhoyono juga menekankan bahwa saat ini ada isu ancaman yang lebih besar terhadap bangsa Indonesia, yaitu untraditional security threat atau ancaman keamanan yang tidak tradisional ataupun konvensional, seperti gempa bumi, tsunami, dan bencana alam lain. ”Korban dari ancaman itu lebih banyak membunuh orang dan harta benda dibandingkan perang,” katanya.
Sementara itu, Menhan Juwono Sudarsono meminta AS tidak memaksakan persepsi atau kehendak kepada negara lain terutama dalam penanganan terorisme. “AS adalah negara yang memiliki kekuatan, baik secara ekonomi maupun militer, sehingga punya pengaruh besar. Namun, akan lebih baik jika tanggung jawab diserahkan ke pemerintah lokal," ujar Juwono.
Menurut Juwono, penting bagi Indonesia sebagai negara berpopulasi muslim terbesar untuk mengatasi sendiri tanggung jawab itu. Apalagi sebagian masyarakat punya kepedulian tinggi atas salah persepsi AS selama ini. “AS justru menjadi sumber misinterpretasi dan perasaan terancam banyak kelompok, bukan hanya di sini, tetapi juga di seluruh dunia,” katanya.
Sementara itu, Rumsfeld mengatakan, sebagai konsekuensi dari kebijakan AS memerangi terorisme, AS menginginkan kerja sama dengan banyak negara mengingat terorisme adalah masalah global. "Kami ingin tiap negara terlibat dan merasa nyaman memerangi terorisme. AS tak pernah membuat suatu negara tak nyaman dengan itu," ujarnya.
Dengan begitu, tambah Rumsfeld, upaya memerangi terorisme kini menjadi bentuk koalisi terbesar dalam sejarah dunia. Menurut dia, 85 negara kini telah melibatkan diri dalam berbagi informasi dan kerja sama.
© Copyright 2024, All Rights Reserved