Tak mau jadi polemik berkepanjangan, akhirnya konglomerat Probosutedjo memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penyuapan yang dilakukan oleh kuasa hukumnya, Harini Wiyoso kepada pegawai Mahkamah Agung (MA). Salah satu orang ‘kuat’ di jaman Soeharto itu, tiba di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, sekitar pukul 10.27 WIB dengan menggunakan mobil VW Caravelle B 1530 MB berwarna abu-abu.
Bagaimanapun sikap Probosutedjo itu perlu diberikan penilaian tersendiri. Kesan keluarga ‘Cendana’ tak tersentuh dan ‘alergi’ hukum diruntuhkan Probo saat datang ke KPK untuk dipriksa. Sikap Probo tersebut mesti ditiru oleh seluruh elemen bangsa ini, terutama mereka yang selama ini terkesan ‘tak tersentuh hukum’ dan pengusaha-pengusaha yang lari ke luar negeri ketika akan diperiksa..
"Nanti saja, saya diperiksa dulu. Nanti baru saya kasih keterangan," ujar Probo singkat kepada wartawan yang mengerumuninya saat menuju gedung KPK. Terlihat santai dan tenang, Probosutedjo didampingi Sri Edhi Swasono, ekonom yang juga suami dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Meuthia Hatta.
Seperti sudah diketahui bahwa PN Jakarata Pusat telah memvonis Probo empat tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana reboisasi yang merugikan negara Rp100,931 miliar. Probo diduga memanipulasi data luasan pembangunan hutan tanaman industri (HTI) dalam melakukan pencarian pinjaman dana reboisasi.
Selain itu, Probosutedjo juga dipersalahkan karena menyalurkan dana ke PT Wonogung Jinawi, salah satu perusahaan miliknya. Sisa dana Rp55 miliar didepositokan adik tiri Soeharto di sejumlah bank dan menikmati keuntungan dari deposito itu.
Namun dii tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengurangi hukumannya menjadi dua tahun penjara. Tak puas dengan putusan tersebut, Probosutedjo melakukan banding ke tingkat kasasi MA. Sejak Juni 2004 perkara Probosutedjo itu berada di tingkat kasasi dan sampai saat ini belum diputus. Majelis hakim yang menangani kasasi adalah Ketua MA Bagir Manan, Parman Suparman, dan Usman Karim.
Belum putusnya perkara tersebut ternyata ada ‘apa-apa’nya karena mafia peradilan di tubuh MA bermain. Puncaknya Jumat (30/9) dini hari, KPK menangkap lima pegawai MA, yakni wakil sekertaris Korpri MA Suhartoyo, staf bagian Perdata Sriyadi, staf Wakil Sekretaris Kopri Sudi Akhmad, staf bagian Perjalanan Pono Waluyo.
Selain itu staf tersebut ternyata ada seorang yang mempunyai jabatan lumayan yakni Kepala Bagian Umum Biro Kepegawaian Malam Pagi Sinuhadji. Dan mantan Hakim Tinggi DIY yang kini berprofesi sebagai penasehat hukum Harini Wiyoso. Dari tangan Sinuhadji dan Harini, KPK berhasil menyita uang tunai sebesar 400 ribu dolar AS dan Rp800 juta.
Sudi Akhmad saat diperiksa KPK pada Senin (3/10), mengatakan uang tersebut diterima dari Harini untuk memenangkan kasus Probosutedjo di tingkat kasasi terkait penyelewengan dana reboisasi yang merugikan negara Rp100,931 miliar.
Entah cari selamat atau mencari sensasi, Sudi Akhmad dan Malam Pagi pada KPK ‘bernyanyi’. Mereka berdua menyatakan bahwa uang tunai senilai Rp1,3 miliar yang diterimanya dari Harini ditujukan untuk Ketua MA Bagir Manan yang menangani kasus itu bersama dengan dua Hakim Agung lain, yakni Parman Suparman dan Usman Karim.
© Copyright 2024, All Rights Reserved