Keputusan Mahkamah Konstitusi terkait gugatan Effendi Ghazali dan kawan-kawan soal Pemilihan Umum (Pemilu) serentak menyebabkan terjadinya kevakuman hukum dalam pelaksanaan Pemilu.
"Itu disebabkan Effendi tidak memberikan jalan keluar setelah pasal-pasal undang-undang Pilpres yang diuji dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945," kata Yusril Ihza Mahendra, Ketua Dewan Syuro Partai Bulan Bintang (PBB) dalam siaran pers, Kamis (23/01).
Menurut Yusril, ini terjadi karena pengajuan permohonan yang diajukan tidak meminta secara langsung maksud Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945.
Sementara Yusril yang juga mengajukan uji materi atas UU 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden, mengatakan, dalam gugatannya dia meminta MK menafsirkan secara langsung maksud Pasal 6A Ayat (2) dan Pasal 22E UUD 1945.
Seperti diketahui, Pasal 6A Ayat (2) UUD 1945 berbunyi: pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Sementara Pasal 22E UUD 1945 berbunyi: Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kata Yusril, jika MK menafsirkan maksud Pasal 6A Ayat (2) dengan parpol peserta pemilu mencalonkan pasangan capres sebelum pileg, maka tak perlu lagi ada undang-undang untuk melaksanakannya.
Begitu juga kalau MK tafsirkan Pasal 22E Ayat (1) bahwa pemilu dilaksanakan sekali dalam lima tahun berarti pileg dan pilpres disatukan, tak perlu mengubah UU untuk melaksanakannya. "Penyatuan pileg dan pilpres dapat dilaksanakan pada 2014 ini juga," ujar Yusril berpendapat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved