Setelah Peninjauan Kembali terpidana kasus suap pembangunan dermaga di kawasan Indonesia Timur, Abdul Hadi Djamal ditolak Mahkamah Agung, maka mantan anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional itu tetap harus menjalani hukuman penjara selama 3 tahun.
Tentu yang namanya korupsi, tidak dilakukan seorang diri. Kini, masih dalam rangkaian kasus itu, bisa jadi ini merupakan awal pertanda kurang nyaman bagi rekan Hadi, yakni politisi dari Partai Demokrat, Jhonny Allen Marbun.
Bukan apa-apa, pada Jum’at, 21 Mei 2010 Risco Pesiwarissa, mantan ajudan Jhonny dimintai konfirmasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu bukti penting yang dikonfirmasi, adalah rekaman CCTV, dimana Risco menerima dugaan uang titipan “suap” sebesar Rp 1 miliar dari Abdul Hanan, staf Abdul Hadi Djamal yang diperuntukkan bagi sang majikan, Jhonny Allen.
"Ada beberapa CCTV yang tadi dipemeriksaan dikasih tunjuk sama Risco ke penyelidik," ujar kuasa hukum Risco, Andar Situmorang, usai pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (21/05).
Kata Andar, rekaman CCTV ini sudah diketahui pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto beberapa waktu lalu. "Oleh Bibit pun dulu sudah pernah diakui ada CCTV itu," katanya.
Selain itu, Risco juga menyerahkan bukti foto bersama anggota keluarga politisi Partai Demokrat itu. Foto-foto tersebut diberikan penyelidik untuk membuktikan bahwa Risco pernah bekerja sebagai ajudan Jhonny Allen.
Memang, kabar yang berkembang dalam berbagai pemberitaan, Jhonny Allen disebut-sebut mendapat jatah Rp 1 miliar dari Abdul Hadi Djamal. Uang ini diserahkan dengan perantara Risco. Uang tersebut terkait proyek pembangunan dermaga dan bandara di kawasan Timur Indonesia.
Seperti diketahui, Pengadilan Tipikor memvonis rekan Jhonny Allen, Abdul Hadi Djamal 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta. Ia terbukti menerima uang suap senilai Rp 3 miliar terkait dana stimulus proyek pembangunan dermaga di kawasan timur Indonesia.
Suap diberikan pengusaha Hontjo Kurniawan kepada Abdul Hadi Djamal melalui Kepala Bagian Tata Usaha Distrik Navigasi Tanjung Priok Departemen Perhubungan, Darmawati Dareho. Berturut-turut uang yang diberikan ialah US$ 80 ribu, Rp 32 juta, US$ 70 ribu, US$ 90 ribu dan Rp 54,5 juta.
Sebelumnya, pada 30 Maret 2009, KPK sudah memeriksa Jhonny Allen. "Jam sembilan, Jhony Allen Marbun diperiksa," kata Johan Budi SP, juru bicara KPK ketika itu.
Dalam keterangannya, Abdul Hadi Djamal menyebutkan keterlibatan sejumlah nama rekan sejawatnya dalam kasus ini. Dua nama itu yakni anggota DPR RI dari Partai Demokrat dan Rama Pratama, anggota DPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera.
Jhony Allen Marbun memang berkali-kali disebut Hadi Djamal ikut dalam pertemuan di Hotel Four Seasons, Jakarta. Hadi Djamal membeberkan bahwa pada 19 Februari pernah digelar rapat informal di hotel mewah itu.
Pertemuan itu menghasilkan keputusan menaikkan dana stimulus untuk pembangunan infrastruktur dari Rp 10,2 triliun menjadi Rp 12,2 triliun. Wakil Ketua Panitia Anggaran Jhony Allen Marbun disebut Hadi Djamal sebagai inisiator dalam pertemuan informal di hotel tersebut.
Kronologi Kasus
Sekedar mengingatkan, kasus ini terungkap kepermukaan berawal dari penangkapan mantan anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Abdul Hadi Djamal (AHD) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penangkapan AHD sendiri, berawal ketika KPK mendapat laporan dari masyarakat bahwa ada pertemuan antara anggota DPR RI dan seorang pejabat Departemen Perhubungan.
KPK pun bergerak. Selanjutnya dilakukan pengintaian terhadap mereka sejak Jumat, 27 Februari 2009. Namun, ditunggu hingga pukul 03.00 dini hari, tidak ada kegiatan transaksi di antara keduanya.
Gagal. Namun KPK tidak berhenti. Pada Senin, 2 Maret 2009, pengintaian dilakukan lagi. Kali ini di Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Tepatnya, pukul 16.00 WIB, Dharmawati Dareho (DD), pegawai Departemen Perhubungan terlihat bertemu dengan pengusaha Hontjo Kurniawan (HK). Tak lama berselang menyusul AHD.
Lantas, lokasipun bergeser.Pengintaian terus dilanjutkan. Sekitar pukul 22.30 WIB, di persimpangan antara Jalan Jend Sudirman dan Jalan Casablanca, sebuah mobil Honda Jazz yang ditumpangi DD, AHD, dan seorang sopir, dihentikan oleh petugas KPK.
Selanjutnya, DD dan AHD serta sopirnya dibawa ke Kantor KPK di Jalan HR Rasuna Said. Diketahui bahwa mobil Honda Jazz itu adalah milik DD. Ternyata, sebuah mobil Nissan Terrano mengikuti mobil Honda Jazz milik DD dari belakang. Mobil Nissan Terrano itu merupakan milik AHD yang dikemudikan oleh sopirnya.
Saat penangkapan itu, KPK mendapati uang sejumlah 80.000 dollar AS dan Rp 54.550.000 di dalam tas warna coklat. Setelah dilakukan penggeledahan di dalam mobil Honda Jazz tepatnya dibawah jok juga ada segepok uang sejumlah 10.000 dollar AS.
Belakangan, HK kemudian menyusul ditangkap KPK di sebuah apartemen di kawasan Jakarta Barat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved