Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, menanggapi santai apabila ada pihak yang keberatan dengan penetapan Hari Santri Nasional. Pemerintah menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, yang juga bertepatan dengan sejarah resolusi jihad NU.

"Soal ada yang belum menerima, ya biarin saja. Ada yang mengatakan nanti terjadi dikotomi antara santri dan bukan santri," kata Said dalam pidato di Tugu Proklamasi, Menteng, Jakarta, Kamis (22/10).

Menurut Said, kirab Hari Santri Nasional banyak menuai respons positif dari berbagai pihak meski mengakui memang ada yang tidak setuju."Ternyata banyak sekali yang merespons positif dari 13 ormas, Presiden, dan tokoh nasional Ibu Megawati Soekarnoputri," ujar Said

Said menjelaskan, definisi santri sebetulnya bukan hanya yang berada di pesantren saja. Santri disebut sebagai semua orang muslim kuat imannya dan beriman kepada Allah, serta berakhlak mulia.

Said justru mengajak seluruh orang yang hadir agar menyambut Hari Santri dengan syukur dan bangga. "Dalam Hari Santri ini mari kita sambut dengan kebanggaan dan bersyukur kepada Allah, walaupun jihad sekarang bukan jihad fisik. Jihad sekarang adalah jihad siasi," kata Said.

Sebelumnya, Muhammadiyah menolak penetapan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Bahkan, mereka sudah mengirimkan surat resmi kepada Presiden Jokowi.

Muhammadiyah beranggapan penetapan Hari Santri hanya untuk memenuhi janji politik Jokowi. Menurut Muhammadiyah, penetapan Hari Santri berpotensi menimbulkan sekat sosial, melemahkan integrasi nasional dan membangkitkan sentimen keagamaan.