Ide untuk melakukan pemilihan Presiden dilakukan lebih dahulu dibandingkan dengan pemilu legislatif, seperti diwacanakan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri ditentang oleh sementara pihak.
Suara tidak setuju muncul dari Partai Golkar. Pihak Golkar menilai pemilihan presiden terlebih dahulu dikhawatirkan justru akan menciptakan presiden yang tidak memiliki dukungan kuat di parlemen. “Tampaknya dengan ide itu, PDI-P melihat tidak ada korelasi antara pemilu presiden dan pemilu legislatif. Kami tidak sependapat dengan itu," kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Andi Mattalata, Senin (8/1) di Jakarta.
Menurut Andi, Golkar ingin model pemilihan yang mampu mendapatkan presiden yang kuat didukung DPR. Karena itu, seorang calon presiden harus didukung partai atau gabungan partai yang jumlah suaranya signifikan. Dengan demikian, pemilu legislatif harus dilaksanakan lebih dahulu dibandingkan dengan pilpres.
Tommy Legowo, peneliti di Centre for Strategic and International Studies (CSIS) juga menganggap ide mendahulukan pilpres agak aneh dan tak mendukung pembentukan sistem presidensial yang kuat. Sebab, jika pilpres dilakukan dahulu, jumlah calon yang muncul akan banyak dan beragam.
Padahal, ingatnya, sistem presidensial menuntut tata cara pemilihan yang efisien dan kepartaian yang sederhana. "Karena itu, pada Pemilu 2009 ada usulan pasangan calon presiden dan wakil presiden minimal didukung 25 persen suara di parlemen. Dengan cara ini, selain akan ada koalisi kuat di parlemen, pemilihan juga hanya berlangsung dalam satu putaran," kata Legowo.
Sebaliknya, Ketua Partai Demokrat Anas Urbaningrum berpendapat, tak ada persoalan menyangkut ide pelaksanaan pilpres lebih dahulu daripada pemilihan anggota legislatif. Itu hanya perkara teknis.
Namun, kata mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu, usul itu berkonsekuensi pada syarat partai politik peserta pemilu yang berhak mengajukan calon presiden-wapres. "Pilpres 2004 tidak bersamaan dengan pemilu legislatif. Justru pemilu legislatif lebih dulu karena terkait dengan syarat parpol peserta pemilu yang berhak mengajukan calon," katanya.
Anas menambahkan, syarat pencalonan presiden-wapres memang bisa memakai hasil pemilu sebelumnya. Namun, itu menghilangkan kesempatan bagi parpol baru. Peran parpol baru maksimal hanya sebagai pendukung.
Dari Bali, pengamat politik Indra J Piliang menilai gagasan mendahulukan pilpres tak melanggar konstitusi. UUD 1945 hanya menyebut calon presiden- wapres diajukan parpol peserta pemilu. Ini bisa ditafsirkan parpol peserta pemilu adalah peserta pemilu terakhir, Pemilu 2004.
"Kalau ditafsirkan seperti itu tidak melanggar konstitusi," ujarnya, dalam dialog publik yang diadakan di sela-sela Rapat Kerja Nasional I PDI-P di Hotel Inna Grand Bali Beach, Bali, Senin.
Konsekuensi dari gagasan ini, menurut Indra, hanya parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2004 dan kini masih eksis yang bisa mengajukan calon presiden-wapres. Sedangkan parpol baru tak bisa mengajukan calon, karena belum diketahui perolehan kursinya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved