ACEH adalah tanah air yang tak akan pernah hilang dari memori hidup saya. Bukan hanya karena aktivitas proyek pengembangan koperasi dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi paska bencana Tsunami Aceh yang saya kerjakan, tapi jauh sebelumnya, Tanah Rencong ini memang memberikan kenangan manis masa kecil yang tak akan terlupa.
Tahun 1976, tepat ketika Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dideklarasikan, saya yang baru berumur 26 hari dibawa merantau oleh orang tua ke tanah ini. Tinggal di daerah Bukit Hagu, Lhoksukun, Aceh Utara hingga umur 6 tahun sebelum kemudian kembali ke Jawa.
Kemudian karena kedua orang tua saya yang keduanya adalah pedagang membangun usaha di pasar Bukit Hagu. Di tengah pasar inilah saya bertumbuh sebagai balita.
Saya memang masih belia waktu itu, tapi hutan tropis Aceh itu adalah jadi tempat bermain terindah yang pernah saya temukan di belahan bumi ini. Kami berebut dengan segala macam jenis kera, bergelantung di akar akar kayu raksasa. Aliran sungai yang membelah hutan rimbun adalah tempat kami mandi dan mencari ikan. Buah cempedak, manggis dan rambutan liar adalah makanan terhebat yang kami makan langsung dari pohonnya.
Hanya seminggu setelah Tsunami tanggal 3 Januari 2006 melalui yayasan yang saya dirikan Lembaga Pengkajian Dan Pengembangan Koperasi (LePPeK) kami adakan diskusi di Kampus Unsoed untuk membangun konsep koperasi Universitas di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed).
Pak Robby Tulus, duta khusus International Cooperative Alliance (ICA) dari Kanada yang kebetulan sedang ke Indonesia akan mensurvei ke Aceh untuk penanganan Tsunami di Aceh - Nias, lalu saya manfaatkan untuk diundang ke kampus Universitas Soedirman (Unsoed) Purwokerto. Berdiskusi tentang konsep Koperasi Universitas bersama Alm Ibnoe Soedjono dari Lembaga Studi Pengembangan Perkoperasian Indonesia (LSP2I) dari Jakarta.
Tanpa saya duga, ternyata mereka berdua memilih saya untuk menjadi bagian tim riset untuk peluang pengembangan koperasi di Aceh paska Tsunami kerjasama LSP2I dan kerjasama dengan Pusat Pembangunan Pertanian(PSP), Institut Pertanian Bogor (IPB).
Riset aksi yang dilakukan untuk mengidentifikasi peluang pengembangan koperasi paska Tsunami selesai. Tanpa saya duga lagi LSP2I dan ICA meminta saya jadi staf untuk membantu membangun Project Management Unit International Cooperative Alliance (ICA) di Aceh.
Bersama kolega dari Dekopin Wilayah Aceh, kami mengembangkan aktifitas kegiatan untuk menghidupkan mata pencaharian warga melalui koperasi di Daerah Banda Aceh, Lhokseudu, Pidie Jaya. Membangun kelembagaan koperasi, membangun bantuan Palung (kapal penangkap ikan tradisional), pabrik es, toko dll untuk membangkitkan kembali kehidupan masyarakat Aceh paska Tsunami.
Kami tinggal di Blang Bintang dekat Bandara. Ada banyak kenangan manis tinggal di kantor baru Dekopinwil ini. Mendapat saudara baru seperti Alm. Hanafiah (Ketua Dekopinwil), Pak Mahadi Bahtera, Linda Jamil Staf project, Pak Agam, dan banyak lagi. Bahagia rasanya sudah dianggap sebagai bagian dari keluarga.
Aceh adalah tempat saya mendapatkan mentor koperasi handal seperti Pak Mariano Cordero (mantan Presiden Direktur Philippine Bank), Pak Roes Haryanto (Mantan Managing Director Bank BRI) dan tentu Pak Robby Tulus (mantan Direktur ICA Asia Pasifik) dan Pak Ibnoe Soedjono dan Pak Djabarrudin dari LSP2I.
Tepat umur 30 tahun, tanggal 11 Desember 2007 saya diberikan kesempatan untuk melihat Pemilu di Aceh dengan pelibatan partai lokal dalam Pilkada. Terpilihlah Irwandi Yusuf-Nazar sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur.
Ada satu yang membuat saya sampai hari ini belum terpecahkan misterinya, saya tiba tiba waktu di Aceh dapat email dari kolega dari Jepang. Tanaka-san. Saya diminta untuk menghubungi Sdr. Khaeruloh, dosen Fakultas Pertanian di Syah Kuala, Banda Aceh. Tujuannya adalah untuk melihat kondisi pohon Phoenix, yang sedang dikarantina dan merupakan simbol harapan bagi kehidupan baru di masyarakat Jepang karena ditengarai sebagai pohon pertama yang tumbuh paska Bom Hiroshima-Nagasaki.
Dua pohon itu ditanam di kampus Universitas Syah Kuala dan rumah dinas Gubernur. Pohon Phoenix itu saya harap masih tumbuh dan jadi simbol masa depan rakyat Aceh yang dinamis dan penuh harapan.
*Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES)
© Copyright 2024, All Rights Reserved