Untuk pertama kalinya dalam penuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan tuntutan dengan 2 hukuman sekaligus. Terdakwa Wa Ode Nurhayati menjadi orang pertama yang dituntut KPK dengan pidana korupsi dan pidana pencucian uang.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, ini adalah terobosan yang dilakukan KPK dalam penuntutan koruptor dengan menggabungkan tuntutan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
"Tuntutan ini adalah terobosan kami menggunakan dua pasal yaitu tindak pidana korupsi dan pencucian uang, ini pertama kali digunakan oleh KPK," kata Johan kepada pers di gedung KPK Jakarta, Selasa (02/10).
Pada sidang, Selasa siang di pengadilan Tipikor Jakarta, jaksa penuntut umum KPK menuntut terdakwa kasus suap alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) tahun anggaran 2011 Wa Ode Nurhayati dengan dakwaan kesatu primer, yakni pasal 12 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi masa tahanan dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
Sedangkan dakwaan kedua primer, adalah pasal 3 UU No 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat (1) KUHP pidana penjara 10 tahun dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan penjara.
Kata Johan, KPK menyerahkan sepenuhnya putusan nantinya kepada majelis hakimm "Tergantung bagaimana hakimnya nanti. Apakah digabungkan atau yang paling tinggi tuntutannya, tapi kami yakin dengan bukti-bukti yang ada bahwa yang bersangkutan melakukan tindak pidana pencucian uang," terang Johan.
Lebih jauh Johan mengatakan, KPk berharap vonis hakim atas perkara ini nantinya, dapat menjadi yurisprudensi untuk kasus-kasus korupsi lain yang juga terkait dengan pencucian uang. "KPK berharap putusan hakim nanti akan menjadi yurisprudensi sehingga ke depan dapat menjadi dasar KPK menetapkan hal yang sama untuk kasus korupsi lain yang bukti-buktinya mengarah pada TPPU," jelas Johan.
Johan menerangkan, sebelumnya KPK sudah menerapkan pasal pencucian uang untuk terpidana kasus proyek Wisma Atlet M. Nazaruddin. Tapi, tuntutan pidana pencucian uang bersama dengan tindak pidana korupsi baru pada kasus Wa Ode.
Artinya, ujar Johan, upaya penindakan yang dilakukan KPK tidak hanya hukum secara fisik tapi juga berusaha untuk mengembalikan uang negara sebesar-besarnya.
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan Wa Ode mengetahui dan menghendaki penerimaan uang senilai Rp6,25 miliar melalui stafnya Sefa Yolanda pada periode 13 Oktober--1 November 2010 dari Haris Andi Surahman. Uang itu yang berasal dari Fadh El Fouz serta Paulus David Nelwan dan Abram Noach Mambu sebagai `fee` untuk memproses DPID di kabupaten Bener Meriah, Aceh Besar, Pidie Jaya serta Minahasa.
Sedangkan terkait tindak pidana pencucian uang. JPU jaksa menyatakan bahwa Wa Ode membuka rekening tabungan bisnis di Mandiri cabang DPR untuk keperluan bisnis dan memberikan uang Rp500 juta sebagai setoran awal. Secara bertahap Wa Ode melakukan transaksi hingga jumlah total Rp50,59 miliar yaitu Rp50,2 miliar ke rekening atas nama Wa Ode Nurhayati dan Rp250 juta atas nama Syarif Ahmad.
© Copyright 2024, All Rights Reserved