Dakwaan terhadap Yulianus Paonganan alias Ongen terkait penyebaran foto Presiden Joko Widodo dengan Nikita Mirzani dinilai kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, tak jelas. Yusril mempertanyakan unsur pidana pornografi, penghinaan pada presiden, atau pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dimaksud jaksa dalam dakwaannya.
Hal itu disampaikan Yusril dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/04). Sidang kali ini beragendakan pembacaaan pembelaan keberatan, atau eksepsi dari dari terdakwa. “Dakwaan ini tidak begitu jelas. Ini delik penghinaan, delik ITE, ataukah ini delik pornografi?" tanya Yusril.
Menurut Yusril, foto Jokowi dan Nikita yang tersebar merupakan foto lama dan bukan dibuat oleh terdakwa. Ongen menurut Yusril hanya meneruskan foto tersebut melalui media sosial “Kalau dituduh menyebar luaskan foto porno, foto pornonya siapa?" ujar Yusril lagi.
Selain kejanggalan soal delik yang dituduhkan, Yusril juga mempertanyakan lokasi terjadinya tindak pidana yang didakwakan pada Ongen atau locus delicti. Lokasi terjadinya dugaan tindak pidana, ujar Yusril, berkaitan dengan pengadilan mana yang berwenang mengadili.
Dalam dakwaan, hanya ada keterangan bahwa Ongen melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya ketika berada di dalam mobil saat sedang berkendara di kawasan Bandung.
Karena TKP diduga ada di dalam mobil, maka menurut Yusril peradilan kasus kliennya tak dapat disidangkan di PN Jakarta Selatan.
“Tidak ada dalam berita acara Ongen mengatakan dia mengupload foto Pak Jokowi itu di wilayah hukum PN Jakarta Selatan. Kalau tidak ada kejelasan seperti itu mestinya perkara ini dilimpahkan ke PN Jakarta Pusat, karena di sana berwenang mengadili orang yang melakukan kejahatan di luar negeri," sambung Yusril.
Karena tidak jelasnya dakwaan yang dialamatkan pada kliennya, Yusril meminta majelis hakim menolak dakwaan jaksa penuntut umum. Jika memang harus diterima, Yusril berharap hakim meminta jaksa menjelaskan dalam surat dakwaaan soal lokasi perbuatan pidana yang dimaksud.
Kepada pers, sebelum sidang, Yusril mengatakan, dirinya akan terus membela kliennya dalam kasus tersebut. Menurut Yusril, kliennya selama ini dizalimi oleh para penegak hukum.
“Kami akan terus membela Pak Ongen karena beliau dizalimi oleh para penegak hukum. Kasusnya sebenarnya bukan pidana tapi dipidanakan. Kalau dibilang ini penghinaan terhadap Presiden, foto itu dibuat waktu Pak Jokowi belum jadi Presiden. Kemudian kalau dikatakan porno, porno yang mana?" ujar Yusril.
Dikatakan Yusril, sedari awal kasus foto Jokowi dan Nikita ini mencuat, ia telah berpesan kepada penegak hukum agar tidak melanjutkan perkara ke tingkat yang lebih tinggi. Namun, ternyata proses hukum kasus itu tetap berlangsung hingga persidangan digelar pekan lalu.
Menurut Yusril, kliennya sampai saat ini pun masih mengalami diskriminasi dari penegak hukum. Perlakuan tak adil diklaim terjadi sejak Ongen ditahan oleh Kejaksaan.
“Jadi sekarang ini Pak Ongen ditahan tanpa dasar hukum dan ini benar-benar berlawanan dengan hak asasi manusia. Sudah kasusnya tidak jelas, orangnya ditahan dengan sewenang-wenang.”
Yusril menyebut, kasus ini dipaksakan ke pengadilan. “Dakwaannya kan dicoba dicocok-cocokan dengan pasal-pasal. Kalau deliknya menghina Presiden, kan presidennya harus lapor, buat aduan. Tapi ini yang didakwakan UU Pornografi dan UU ITE. Pertanyaannya, apakah foto Jokowi dan Nikita yang dikasih hastag oleh Ongen itu, dianggap jadi porno?”
Yusril menilai, ada pihak yang berlebih-lebihkan ingin melindungi Presiden. “Padahal akhirnya yang dibikin susah, Presiden itu sendiri," tandas Yusril.
Ongen ditangkap polisi karena diduga mengunggah foto Jokowi yang sedang duduk bersama Nikita. Dalam foto itu tercantum tulisan “Papa Minta Lont*.” Dalam dakwaan, Ongen dijerat dengan pasal 4 ayat 1 huruf a dan e pada Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
© Copyright 2024, All Rights Reserved