Terjadinya peningkatan izin pertambangan secara masif dari hanya 2.500 izin pada tahun 2009 dan menjadi hampir 11.000 di awal 2014. Dari jumlah itu, terdapat 4.672 izin usaha pertambangan (IUP) yang tidak masuk dalam kategori Clean and Clear (CnC) alias menyimpang.
Pernyataan itu disampaikan Koalisi Antimafia Tambang yang merupakakan gabungan dari sejumlah LSM dalam jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch. (ICW), Jakarta, Minggu, (07/12).
Artinya, dari 10.468 IUP bereaved per 1 Desember 2014, sebanyak 43,87 persen diantaranya tidak Clean and Clear.
"Hal ini menunjukkan masih lemahnya tata kelola sistem perizinan tambang di Indonesia," ujar Koordinator Publish What You Pay (PWYP) Maryati Abdullah, yang tergabung dalam koalisi tersebut.
Maryati mencontohkan penyimpangan status tambang yang dilakukan di hutan konservasi. Ia mengatakan terdapat 1,372 juta hektar izin tambang di daerah justru berada di kawasan hutan konservasi.
Di antaranya, ada 1,16 juta hektar dipakai untuk izin pinjam pakai kawasan hutan untuk IUP, 110,21 ribu hektar Kontrak Karya (KK) dan 101,99 ribu hektar untuk perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara di kawasan konservasi.
Akibat izin-izin yang marak tersebut, hutan konservasi di daerah pun tidak dapat terlindungi. "Untuk itu perlu dilakukan langkah penertiban izin agar tidak ada lagi operasional pertambangan minerba di kawasan hutan konservasi di seluruh Indonesia," tegas Maryati.
© Copyright 2024, All Rights Reserved