Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengajukan uji materi Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Kepala Daerah, agar dirinya tidak diwajibkan cuti selama masa kampanye. Politisi Gerindra Habiburokman mengajukan intervensi (permohonan menjadi pihak terkait) untuk mengganjal keinginan Ahok tersebut.
“Kami masuk sebagai intervensi ke MK untuk menolak permohonan Ahok. Nanti kita lihat pertarungan Gubernur dan Wakil Guberjur seperti apa. Penyalahgunaan jabatan itu rentan sekali selama dia masih menjadi Gubernur," ujar kordinator Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) Kris Ibnu T usai mendaftar permohonan sebagai intervensi di Gedung MK, Jakarta, Senin (08/08).
ACTA mengaku diberi kuasa oleh Habiburokhman untuk mengajukan permohonan Intervensi. ACTA memohon kepada MK agar dikabulkan sebagai pihak terkait dalam perkara itu.
Menurut ACTA, kewajiban cuti bagi petahana adalah untuk membuat iklim demokrasi yang fair dalam proses transisi pilkada. Sehingga antara petahana dan penantang baru sama-sama memiliki peluang yang sama.
Dengan tidak cutinya Ahok, maka dinilai ia memiliki peluang untuk tidak bersikap fair. Sebagai Gubernur, Ahok bisa menggunakan sarana dan prasarana hingga berbagai kemungkinan lain guna memenangkan dalam pilkada itu. "Selama ini kan petahana selalu muncul di TV. Dia kan di shoot kegiatan-kegiatan. Kalau sudah nggak menjabat kan nggak dishoot," ujar Kris.
Dalam gugatannya, Ahok beralasan akan mengawal proses APBD DKI Jakarta. Dengan kewajiban cuti, maka Ahok tidak yakin proses ABPD akan berjalan secara maksimal. Menurut Ahok, seharusnya aturan itu memberi pilihan kepada setiap kepala daerah, bukan memaksa mengajukan cuti kampanye.
Ahok mengatakan tak mau cuti kampanye karena rangkaian pemilihan Gubernur Jakarta pada September 2016-Februari 2017 bentrok dengan pembahasan anggaran. “APBD itu sebuah sistem. Kalau gubernur nggak ada, kan Kemendagri akan menunjuk Plt," ujar Kris.
© Copyright 2024, All Rights Reserved