Herman Allositandi, hakim yang terlibat dalam kasus pemerasan terhadap saksi (petugas Analis Risiko PT Jamsostek) dalam perkara dugaan korupsi PT Jamsostek Walter Sigalingging, dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun.
Dalam persidangan yang berlangsuing di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin siang, Majelis Hakim menyatakan Herman Allositandi terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan kepada yang bersangkutan dijatuhkan hukuman empat tahun enam bulan penjara serta denda 200 juta rupiah subsider dua bulan kurungan.
Ketua Majelis Hakim Andi Samsan Nganro mengatakan, fakta-fakta persidangan mengungkap bahwa Herman selaku penyelenggara negara telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangannya saat bertugas sebagai Ketua Majelis Hakim perkara korupsi PT Jamsostek sebesar Rp311 miliar atas terdakwa mantan dirut Achmad Djunaidi.
Herman dijerat pasal 12 huruf (e) UU 20/2001 tentang Perubahan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUH Pidana, telah terpenuhi di mana hakim itu terbukti melakukan korupsi bersama panitera Andry Djemi Lumanauw.
Fakta persidangan mengungkap bahwa Herman meminta Djemi menghubungi Walter agar menemuinya, namun permintaan Herman yang disampaikan Djemi kepada Walter melalui hubungan ponsel itu selalu ditolak hingga pada 22 Desember 2005, Walter harus bersaksi di hadapan majelis hakim yang diketuai Herman.
Dalam persidangan tanggal 22 Desember itu, Herman mengatakan bahwa Walter dapat dijadikan sebagai terdakwa karena memberikan keterangan palsu.
Karena merasa tertekan, Walter memenuhi permintaan pertemuan dengan Djemi dan menyanggupi permintaan uang sebagaimana yang diminta Hakim Herman melalui Djemi agar dirinya tidak dijadikan tersangka atau terdakwa.
Pemberian uang itu disepakati dilakukan di Restoran Chamoe-Chamoe pada 3 Januari 2006, dengan jumlah uang Rp10 juta sebagai uang muka dari jumlah Rp200 juta yang diminta Hakim Herman melalui Djemi.
Setelah menerima uang itu, Djemi melapor pada Herman melalui ponsel, setelah itu panitera itu ditangkap oleh petugas Tim Tastipikor dan mengaku perbuatannya itu atas suruhan Herman.
Majelis Hakim menilai tidak ada alasan pembenar dan pemaaf atas perbuatan Herman, dan terdakwa yang mantan Ketua PN Mojokerto itu dinilai harus bertanggungjawab atas perbuatannya.
Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menilai perbuatan terdakwa yang merusak citra hakim di mata masyarakat, tidak mendukung program pemerintah untuk penyelenggaraan negara bebas KKN serta fakta bahwa terdakwa tidak pernah mengakui perbuatannya sebagai hal-hal yang memberatkan.
Namun Majelis Hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan yaitu terdakwa yang bersikap sopan, belum pernah dihukum serta masih memiliki tanggungan keluarga.
Penjatuhan pidana itu, menurut Hakim, adalah pemidanaan yang bersifat preventif, korektif dan edukatif. Mendengar vonis pidana 4,5 tahun itu, Herman yang berstatus tahanan Rutan Bareskrim Mabes Polri sejak 9 Januari 2006 itu menyatakan pikir-pikir untuk pengajuan banding seperti halnya tim pengacaranya yaitu Alamsyah Hanafiah dan Firman Wijaya.
Tim Jaksa Penuntut Umum pun meminta waktu untuk mempertimbangkan putusan itu yang lebih ringan enam bulan dari tuntutan JPU, lima tahun penjara.
© Copyright 2024, All Rights Reserved