Seorang politisi seharusnya bersikap santun dan tidak merendahkan orang lain. Wajar jika mengkritisi sebuah kebijakan, tapi tak elok jika cara yang dilakukan dengan emosional apalagi dengan merendahkan martabat orang lain.
Kata Wakil Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Pramono Anung, dalam setiap rapat selalu ada ada kepentingan. Dia berharap kejadian itu bisa diselesaikan di ruang rapat saja. "Saling menghormatilah," katanya menanggapi sikap emosional Azis Syamsudin, dalam rapat Komisi III DPR dengan jajaran Kemenkumham, Rabu kemarin .
Seperti diketahui, Wakil Komisi III DPR Azis Syamsuddin sempat mengancam untuk mengusir Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana saat berlangsung ruang rapat. Ketika itu, rapat sedang membahas kebijakan moratorium remisi.
Saat rapat berlangsung, Denny tengah berbisik dengan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin. Azis tidak senang dengan tindakan Denny itu, dan langsung menyemprotnya dengan nada tinggi. "Wamen, jangan Anda bisik-bisik! Anda tidak punya hak bicara di sini! Kalau Anda tidak mau, silakan keluar ruangan ini!"
Politisi Partai Golkar itu melanjutkan komentarnya, masih dengan suara yang tinggi. “Yang diundang adalah Menkum HAM berdasarkan surat. Kalau tidak senang, silakan keluar! Jangan lihat-lihat!”
Suara keras politisi Golkar ini sempat membuat gaduh ruang rapat Komisi III DPR. Sedang Denny Indrayana memilih tidak menanggapi tindakan Azis yang terkesan sangat tidak pantas tersebut.
Sikap Azis yang terkesan arogan tersebut disayangkan banyak pihak. Sikap seperti itu sangat tak elok dilihat publik. “Saya kira Pak Azis itu terlalu emosional, nggak bagus soalnya ditonton publik," kritik kolega Azis di Komisi III DPR, Martin Hutabarat, Kamis (08/12).
Politikus Partai Gerindra ini juga kaget dengan sikap emosional yang ditunjukan Azis. Ia berharap dalam rapat lanjutan, Kamis siang (08/12) ini, cara-cara mengkritisi seperti itu tidak perlu lagi muncul.
Martin berharap, seluruh jajaran Kemenkum HAM, bisa tetap menghadiri undangan ulangn Komisi III DPR. Ketidakhadiran Menkum HAM nanti justru bakal memperuncing keadaan.
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim, juga menyayangkan sikap Azis yang dianggapnya mengkritisi secara membabi-buta kebijakan Kemenkum HAM yang melakukan pengetatan pemberian remisi untuk koruptor. Kritik DPR seharusnya juga disertai dengan solusi dalam mencari jalan keluar kebuntuan.
Sebagai seorang negawaran, ujar Hifdzil, tidak sepantasnya anggota DPR bersikap arogan seperti itu. Bahkan sampai bersikap hendak mengusir mitra kerjanya dalam rapat resmi. “Itu sangat tidak cerminkan sikap negarawan. Rapat RT saja saya yakin tidak ada yang seperti itu”
Dari segi etika, ujar Hifdzil, sikap Azis itu layak dipertanyakan. Terlebih lagi jika masuk ke dalam semangat pemberantasan korupsi. Jika legislatif merasa ada yang salah dengan kebijakan ini, dengan fungsinya sebagai pengawas, anggota Dewan memang diharuskan mengkritisinya. Namun kritik tanpa disertai dengan solusi justru salah.
Seperti diketahui, kebijakan pengetatan syarat pemberian remisi dan bebas bersyarat oleh Kemenkumham, membuat banyak politisi Golkar yang kebakaran jenggot. Pasalnya, akibat kebijakan itu, salah seorang kadernya, yakni Paskah Suzetta urung menghirup udara bebas, karena bebas bersyaratnya ditangguhkan.
Golkar bahkan berencana akan mengajukan gugatan atas Menkumham dan Wakilnya atas pengetatan syarat remisi dan bebas bersyarat itu. Berbeda dengan sikap Golkar, sebagian besar masyarakat dan khususnya penggiat antikorupsi justru mendukung kebijakan untuk menguatkan efek jera bagi pelaku tindak pidana korupsi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved