Menjawab tantangan memenuhi ketahanan pangan yang dari tahun ke tahun semakin berat. Pemerintah Indonesia harus serius, mulai memanfaatkan teknologi pertanian. Diantaranya, melalui pemanfaatan teknologi rekayasa genetik (bioteknologi).
Begitulah kata Pakar Bioteknologi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pertanian (Kementan), Agus Pakpahan di sela-sela acara diskusi diskusi bertema "Peran Teknologi Perbenihan dalam Meningkatkan Ketahanan Pangan Indonesia", di Jakarta, Kamis (14/08).
Menurutnya, selain berfungsi untuk menjawab tantangan dalam mewujudkan ketahanan pangan yang kuat, pemanfaatan bioteknologi di bidang pertanian juga sangat dibutuhkan sebagai acuan produktifitas pertanian. Apalagi pada tahun 2050 nanti, FAO memprediksi akan terjadi ledakan jumlah penduduk di Indonesia yang jumlahnya mendekati 300 juta jiwa.
"Dengan begitu, dibutuhkan banyak pasokan pangan yang berkualitas. Semua itu hanya bisa diwujudkan dengan pemanfaatan teknologi pertanian, yaitu bioteknologi yang mampu meningkatkan produksi pangan hingga 70 persen," ujarnya.
Menurutnya, walaupun saat ini sektor pertanian di Indonesia makin dihadapkan pada berbagai tantangan. Diantaranya perubahan iklim, konversi lahan pertanian dan serangan penyakit. Namun, dengan teknologi pembenihan diharapkan mampu meningkatkan produktivitas pertanian untuk terciptanya ketahanan pangan.
"Terobosan inovasi di bidang teknologi perbenihan ini bukan merupakan hal baru. Bioteknologi sudah digunakan sejak tahun1996. Pemanfaatannya hingga kini sudah diterapkan di 27 negara dengan luas awal 1,7 juta hektar (ha). Saat ini pemanfaatan sudah mencapai lebih dari 175 juta ha," paparnya.
Dijelaskan, apabila selama ini bioteknologi baru diaplikasikan di Indonesia. Kini, hampir semua negara sudah memanfaatkan produk rekayasa genetik ini. Lebih dari 90 persen petani miskin di negara berkembang menggunakan inovasi bioteknologi. Seperti di China ada sekitar 7,5 juta petani kecil, di Filipina ada 400.000 dan 7,3 petani di India.
"Sejak tahun 1996 mereka sudah mengkomersilkan produk-produk pertanian hasil bioteknologi. Misal, kapas, jagung, kedelai yang sudah menjadi komoditi ekspor. Bahkan, bioteknologi terbukti mampu melindungi potensi produksi sehingga mampu meningkatkan produktivitas per hektarnya," ungkapnya.
Sebenarnya, lanjut Agus, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari penerapan bioteknologi. Di antaranya menciptakan tanaman yang hemat air, tidak membutuhkan pupuk dalam jumlah banyak. Selain itu, juga tahan terhadap hama penyakit. Untuk itu, kita tidak boleh anti ilmu pengetahuan agar bisa mengejar ketinggalan dalam bioteknologi.
"Selama ini, masih belum banyak petani yang menerapkan sistem penanaman tanaman pangan dan hortikukltura yang menggunakan bioteknologi. Pemanfaatannya masih sebatas pengujian penanaman Tebu Tahan Kering, yang dilakukan Tim Teknis Keamanan Hayati. Itupun masih harus menunggu waktu sekitar 2 tahun, untuk bisa disebut sebagai produk bioteknologi," ucapnya.
Sementara itu, Ketua Kelompok Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA), Winarno Tohir menambahkan, bahwa hingga saat ini petani belum dperibolehkan menanam dan memanfaatkan bioteknologi. Kenyataannya, produk bioteknologi dari luar negeri sudah banyak yang masuk ke Indonesia dan dikonsumsi masyarakat melalui impor pangan dan komoditas jagung dan kedelai.
"Kesejahteraan petani dan kemandirian pangan merupakan harga mati. Karena itu peningkatan pendapatan dari hasil pertanian mutlak harus didukung dengan penggunaan teknologi dan inovasi, contohnya benih bioteknologi," ucapnya.
Oleh karena itu, kata Winarno, pihaknya berharap pemerintah untuk segera menyetujui penggunaan benih hasil rekayasa genetika atau bioteknologi di Indonesia agar manfaatnya bisa dirasakan petani. Karena areal pertanian yang tersedia saat ini di luar Jawa kebanyakan lahan marjinal atau suboptimal. Sedangkan di Jawa, ketersediaan lahan subur sangat rendah.
"Kami menunggu agar diberikan kesempatan menggunakan teknologi pertanian termutakhir, dalam hal ini teknologi perbenihan yang ada pada tanaman bioteknologi. Karena petani memiliki kebebasan untuk memilih benih yang yang ditanam demi meningkatkan kesejahteraannya," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved