Belum genap sehari, susunan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat yang dikomandoi Anas Urbaningrum diumumkan, beragam kritik langsung mencuat. Tak hanya dari kalangan pengamat, dari kubu pendukung PD sendiri kritikan juga muncul. Kepengurusan baru ini, dianggap kurang mengakomodir para pendukung Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama ini.
Seperti yang dikemukakan oleh Koordinator Pelaksana Jaringan Nusantara (JN), Heru Dharsono, dalam rilisnya kepada politikindonesia.com, Kamis (17/06). “Anas gagal mengakomodasi organisasi-organisasi pendukung SBY seperti Barindo, JN, Majelis Dzikir Nurussalam serta yang lainnya. Dia malah memasukkan Nazar, yang merupakan kader PPP sebagai bendaharanya," ungkap Heru.
Seperti diketahui, Jaringan Nusantara selama ini dikenal sebagai salah satu organisasi pendukung SBY. Dikemukakan Heru lebih jauh, selama ini berbagai organisasi tersebut telah memberikan dukungan kepada SBY dalam berbagai hal. Karena itu, sudah seharusnya mereka diberi tempat dalam kepengurusan PD.
“Di tahun 2014 mendatang, kita sudah tidak bisa lagi menjual figur. Karena itu soliditas antar kekuatan pendukung SBY harus ditingkatkan," alasan Heru.
Minim Praktisi
Nada kritik juga disampaikan oleh pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Arie Sudjito. Dia menyayangkan komposisi susunan pengurus baru yang didominasi oleh anggota-anggota Fraksi Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat berikut tim sukses sang Ketua Umum dalam Kongres lalu.
Dalam pandangan Dosen Fisipol UGM ini, komposisi tersebut kurang mencerminkan harapan masyarakat, juga tidak menunjukkan hasrat membangun masa depan politik yang lebih baik. Dituturkan Arie, sebagai ketua umum yang terpilih secara demokratis, Anas seharusnya berani membuat terobosan, dengan memasukkan figur-figur praktisi dan pakar-pakar muda dari berbagai displin.
Alasannya, tantangan masa depan yang kompleks, memerlukan kontribusi kongkrit dari partai-partai politik. Partai juga diharapkan mampu menjawab persoalan hidup rakyat kecil seperti petani atau nelayan secara nyata. “PD sebagai partai terbesar, harusnya mau merangkul kalangan teknokrat maupun scientist. Mereka banyak berkecimpung dalam isu-isu rakyat secara lebih teknis dan praktis. Keberadaan kelompok praktisi itu, lebih bisa mencerminkan harapan rakyat, ketimbang nama-nama lama yang masuk dalam kabinet Anas," ujar dia kepada politikindonesia.com, Kamis (17/06).
Memang ada sejumlah nama profesional yang masuk dalam kepengurusan kali ini, misalnya, anggota KPU Andi Nurpati dan advokat Denny Kailimang. Namun, mereka bukanlah tokoh bertipe organisatoris yang bergelut langsung dengan persoalan rakyat bawah. Arie khawatir justru posisi orang-orang baru ini bakal dipertanyakan oleh kalangan senior PD. “Soalnya mereka tak pernah mengeluarkan ‘keringat’ sedikitpun untuk PD atau SBY," ujar dia.
Pada bagian lain, Arie juga menyoroti secara masuknya Johnny Allen Marbun sebagai Wakil Ketua Umum. Penempatan Johny dalam posisi penting kedua setelah Anas, dikhawatirkanya justru menjadi blunder politik yang fatal, bagi citra PD dimasa datang.
Arie berpendapat, dengan adanya Johny sebagai Waketum, PD justeru dalam posisi tersandera. Soalnya, kasus korupsi yang mengaitkan nama Jhonny, masih bergulir proses hingga saat ini. Tanpa mendahului azas praduga tak bersalah, kasus ini akan berdampak negatif bagi PD. Apalagi jika dikemudian hari, sampai terbukti bersalah.
Arie bahkan menduga, masuknya Johnny yang dikenal sebagai sobat sejoli Anas di Badan Anggaran DPR, disebabkan karena kontribusi finansialnya yang besar dalam kampanye Anas menuju PD-1. “Ini menjadi bukti bahwa politisi dari generasi baru pun turut melanggengkan politik dagang sapi," ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved