Nunun Nurbaeti terlibat kasus Miranda. Hakim Andi Bachtiar dalam persidangan vonis terdakwa Hamka Yandhu menyatakan istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu, sumber dana suap untuk para politisi Senayan. Dana miliaran rupiah itu imbalan atas terpilihnya Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Gubernur BI, 2004.
"Nunun yang menyuruh melakukan pemberian cek perjalanan tersebut," kata Andi Bachtiar saat membacakan pendapat berbeda dalam putusan kasus dengan terdakwa politisi Partai Golkar, Hamka Yandhu, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (17/05).
Andi mengungkapkan, perbuatan Nunun masuk kualifikasi pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP tentang perbuatan menyuruh melakukan tindak pidana. Fakta persidangan, kata dia, membuktikan Nunun memerintah Arie Malangjudo, orang kepercayaannya, memberikan ratusan cek, bernilai Rp50 juta per lembar, kepada beberapa anggota DPR.
Selain di persidangan dengan terdakwa Hamka Yandhu, nama Nunun juga muncul pada proses sidang terdakwa Dudhie Makmoen Moerod (PDIP), Endin AJ. Soefihara (PPP), dan Udju Djuhaeri (Fraksi TNI/Polri). Pada persidangan empat terdakwa dari berbagai fraksi itulah, jaksa jelas-jelas menyebutkan keterlibatan Nunun.
Tetapi, sampai pembacaan vonis keempat terdakwa itu, Senin ini, KPK tetap kesulitan menghadirkan Nunun di pengadilan. Adang Daradjatun yang kini anggota Fraksi PKS DPR mengatakan, dan Tim Pengacaranya mengatakan, istri sedang menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Singapura, karena menderita sakit lupa berat.
Karena sakit itu pulalah, Adang meminta KPK jangan memaksakan untuk menghadirkan sang istri. Karena itu akan membahayakan nyawanya. Soal sakit parah ini, juga ada keterangan dokter keluarga, yang mengaku mempertaruhkan reputasi, dan profesinya untuk Nunun.
Melalui jaringan yang ada, Jubir KPK Johan Budi SP memastikan Nunun tak ada di rumah sakit, yang disebut-sebut sebagai tempatnya dirawat. Meski begitu, KPK mengaku sudah mengetahui lokasi keberadaan wanita pengusaha itu. Cuma saja, karena waktunya sudah makin mepet, ia memang tak bisa dihadirkan dalam persidangan empat politisi itu.
In Absentia
Bagi Andi Bachtiar, ketidakhadiran Nunun di pengadilan tidak mengurangi perbuatan yang telah dilakukannya. Bahkan, ia memastikan atas perbuatannya itu, Nunun tetap bisa diproses hukum, demi asas keadilan. "Pengadilan in absebtia (tanpa kehadiran terdakwa) bisa dilakukan jika bukti cukup."
Pandangan Andi Bachtiar itu layak diperhatikan. Soalnya, seperti diungkapkan Wakil Koordinator ICW Emerson Yuntho, Nunun tetap harus diusut untuk menuntaskan kasus korupsi dalam terpilihnya Miranda sebagai pejabat tinggi Bank Indonesia itu.
"Kalau terlibat, dia tetap dapat hukuman," kata Emerson Yuntho.
Dalam pandangan Emerson, yang pertama posisi Nunun harus diperjelas dalam kasus korupsi tersebut. Jika Nunun tersangka, tidak sulit mengusutnya sesuai prosedur yang ada. "Kalau Nunun ditetapkan sebagai tersangka, nggak mau dipanggil-panggil kan jadi DPO dan ditangkap. Makanya harus diperjelas dulu posisi Nunun."
Emerson mengatakan KPK harus menjelaskan faktor kesulitan apa yang membuatnya kesulitan menghadirkan Nunun. Ini untuk menghindari kesan, KPK tidak serius menangani kasus suap tersebut. Menurut harus jelas, apakah Nunun memang menghindar, atau ada ancaman terhadap keselamatannya kalau muncul di persidangan.
"Aktor utama kan suka diancam. Nah kita saja belum tahu Nunun terancam atau tidak," tegasnya.
Desakan untuk menghadirkan Nunun dalam persidangan, juga sudah berkaali-kali diminta para terdakwa, yang kini sudah dijatuhi hukuman penjara. Meski menyerahkan dana itu melalui Arie Malangjudo, orang kepercayaannya, Nunun tergolong penyuap aktif.
"Penyuap aktif harus diproses hukum," kata Hamka Yandhu di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa, 11 Mei 2010.
Hamka juga meminta, Ahmad Hakim Safari alias Ari Malangjudo yang memberikan langsung cek perjalanan kepada sejumlah anggota dewan dapat disidangkan. "Saya minta sertakan Nunun dan Ahmad Hakim Safari alias Ari Malangjudo."
© Copyright 2024, All Rights Reserved