Pemerintah Republik Indonesia memprotes keras insiden penembakan nelayan tradisional Indonesia oleh tentara Papua Nugini (PNG). Departemen Luar Negeri (Deplu) berencana memanggil duta besar PNG untuk menyampaikan nota protes.
Hal itu dikemukakan oleh Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya, Kamis (9/8). “Pemerintah memprotes keras dan memanggil Dubes PNG Christopher S Mero hari ini (Kamis, red) untuk bertemu pihak Deplu guna menyerahkan nota protes,” katanya.
Menurut Desra, Deplu menengarai adanya penggunaan kekerasan berlebihan sehingga berharap pihak yang bersalah dapat diproses hukum. “Indikasi bahwa mereka melewati batas wilayah juga belum jelas karena belum ada klarifikasi dari pemerintah PNG,” katanya.
Para nelayan yang ditahan itu, kata dia, merupakan nelayan tradisional apalagi batas wilayah perairan tidak kelihatan. "Apapun proses kejadiannya kami menduga ada indikasi pihak keamanan PNG memberikan kekerasan berlebihan," ujarnya.
Peristiwa penembakan dan penangkapan kapal nelayan Indonesia bernama "uana Jaya terjadi pada Selasa (8/9) sekitar pukul 10.00 WIB. Dari 10 orang ABK yang ditahan, satu orang bernama Mulyadi meninggal, dua orang Hamid dan Gopal luka-luka dan tujuh orang ditahan.
Deplu menerima informasi itu dari perwakilan RI di Vanimo yang memperoleh laporan dari masyarakat setempat bukan dari Pemerintah PNG. Para nelayan tersebut berasal dari Palopo Sulawesi dan Deplu telah menyampaikan belasungkawa terhadap keluarga korban.
Nada protes juga muncul dari dari anggota DPRP Papua Yan Ayomi. ”Seharusnya dalam melakukan penanganan terhadap nelayan yang diduga melakukan penangkapan ikan di negaranya tidak perlu dengan memberondong tembakan ke arah kapal hingga menyebabkan seorang nelayan tewas dan lainnya luka-luka," kata Ayomi, di Jayapura, Kamis (10/8).
Menurut Yan Ayomi, seharusnya tentara PNG tidak perlu bersikap arogan. Mereka harus belajar dari aparat keamanan RI bila menangkap warga negara PNG dengan melakukan pendekatan persuasif, apalagi warga PNG dan RI seringkali saling mengunjungi, termasuk orang PNG datang ke Papua mengunjungi keluarga maupun berbelanja aneka kebutuhan sehari-hari.
”Saya sangat menyesalkan terjadinya insiden tersebut. Kami minta Pemda Papua segera turun tangan guna mengusut tuntas kasus tersebut sehingga tidak terulang lagi dimasa mendatang sekaligus menghindari jangan sampai mengarah kepada buruknya hubungan antara kedua negara RI dengan PNG,” harap Yan Ayomi.
Insiden penembakan terhadap kapal nelayan Buana Jaya asal Papua yang dilakukan tentara PNG terjadi Selasa (8/8) di perairan antara Valimo dan Jayapura. Dalam insiden tersebut, Mulyadi (33) nelayan berdomisili di Jayapura, Provinsi Papua tewas ditembak. Dua teman Mulyadi, yaitu Gopal (20) dan Hamid (21) yang berada dalam satu kapal motor Semang Buana Jaya juga dikabarkan kritis setelah tertembak di bagian paha. Sedangkan tujuh nelayan lainnya hingga kini masih ditahan di kantor polisi Vanimo, ibukota Propinsi Sandaun, PNG.
Konsul RI di Vanimo Ign Kristanyo Hardojo dihubungi menyatakan hingga Rabu malam Pemerintah Papua Nugini belum memberikan penjelasan resmi tentang insiden tersebut. Kristanyo Rabu siang menyurati polisi dan Border Administrator Pemerintah PNG untuk minta penjelasan resmi.
"Pernyataan para nelayan ini harus diverifikasi bersama pemerintah Papua Nugini. Karena secara kasat mata sulit mengenali batas perairan kedua negara. Tetapi bagaimana pun saya menyesalkan penembakan itu. Biasanya nelayan (yang melanggar batas wilayah perairan) ditangkap dan diadili. Baru kali ini nelayan kita ditembak," kata Kristanyo. Polisi PNG di Vanimo belum diijinkan naik ke kapal motor Buana Jaya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved