Harvey Moeis, terdakwa pelaku korupsi timah yang merugikan negara hingga 300 triliun mendapat vonis ringan.
Harvey dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun dan 6 bulan serta denda sebesar Rp1 Miliar. Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Eko Aryanto, di ruang sidang pada hari Senin (23/12/2024) lalu.
Majelis Hakim mengatakan, hal yang meringankan putusan untuk Harvey Moeis karena berlaku sopan, belum pernah dihukum, dan memiliki tanggungan keluarga.
Putusan tersebut menuai kekecewaan dan kemarahan publik. Media sosial dibanjiri komentar pedas soal vonis yang dianggap terlalu ringan dibanding kerugian yang dialami negara. Para pakar hukum mengomentari hal tersebut dengan mengatakan vonis ringan Harvey Moeis menghina akal sehat.
Presiden Prabowo Subianto juga ikut berkomentar soal vonis tersebut. Dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional di Jakarta pada Senin (30/12/2024), Prabowo mengkritik para hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor.
“Kalau sudah jelas-jelas melanggar, mengakibatkan kerugian triliunan, ya semua unsur, terutama hakim-hakim, vonisnya jangan ringan lah,” kata Presiden.
Presiden mengatakan rakyat mengerti, kalau melakukan tindak pidana korupsi hingga ratusan triliun, maka seharusnya vonisnya sekian tahun.
“Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira,” ujar Prabowo.
Mahkamah Agung akhirnya ikut bersuara soal vonis terhadap Harvey Moeis. Juru Bicara MA, Yanto, mengatakan Mahkamah Agung perlu mengubah undang-undang untuk menghapus pertimbangan meringankan karena seorang terdakwa bersikap sopan selama persidangan.
“Kalau mau dihapus, ya undang-undangnya seperti itu. Lagi-lagi kalau mau dihapus ya diubah dulu ya,” kata Juru Bicara MA Yanto, Kamis (3/1/2025).
Yanto lalu menjelaskan, berdasarkan Pasal 197 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, sebelum menjatuhkan putusan pidana kepada terdakwa, maka hakim perlu menyebut hal yang memberatkan dan meringankan.
“Itu jadi wajib dicantumkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Nah, pertimbangan hal yang memberatkan dan meringankan itu kan secara umum,” ujarnya.
Pasal 197 ayat (1) huruf f UU KUHAP berbunyi: “Aturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa.”
Meski demikian, Yanto menyebutkan kadang-kadang ada pertimbangan secara khusus untuk meringankan seorang terdakwa.
“Misalnya kecelakaan, kemudian ternyata korban cacat kakinya, terus pelaku ternyata sanggup menyekolahkan sampai kuliah, itu kan ada pertimbangan khusus nanti di luar pertimbangan umum,” ujarnya.
Dalam kasus Harvey Moeis, Majelis Hakim menyampaikan pertimbangan meringankan karena Harvey Moeis berlaku sopan, punya tanggungan keluarga, dan belum pernah dihukum. Sementara pertimbangan yang memberatkan adalah kasus ini terjadi saat negara tengah giat memerangi korupsi.
Yanto juga mengatakan, komentar Presiden Prabowo Subianto soal vonis harusnya 50 tahun, bukanlah bentuk intervensi presiden.
Menurut Yanto, pernyataan Prabowo itu adalah imbauan agar, jika alat bukti sudah lengkap sesuai dengan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka jangan diberikan vonis ringan.
“Kan imbauannya begitu, jadi tidak intervensi kepada yudikatif. Intervensi itu, ‘Kalau merah, kau bikin hijau’. Nah itu intervensi. Beliau kan tidak begitu. Jadi kami tidak merasa diintervensi,” kata Yanto menjelaskan.
Harvey Moeis adalah terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada 2015-2022.
Harvey dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah dan merugikan negara hingga 300 triliun. Dalam amar putusannya, hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 6 tahun dan 6 bulan serta denda sebesar Rp1 Miliar.
Selain itu, majelis hakim juga memerintahkan Harvey untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 Miliar dalam waktu satu tahun setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved