Belum 100 hari menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto sudah berkali-kali menyampaikan pernyataan dan mengambil keputusan yang menjadi blunder.
Redaksi Polindo mengumpulkan tiga hal yang menjadi blunder dalam kepemimpinan Prabowo selama dua bulan masa jabatannya menjadi Presiden RI.
Kerjasama dengan Tiongkok di Laut China Selatan
Pada 8 November 2024, Presiden Prabowo Subianto melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya ke China dan bertemu dengan Presiden Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang.
Dalam pertemuan tersebut Prabowo menyaksikan penandatanganan kerja sama Indonesia-China dalam berbagai sektor, termasuk salah satunya sektor maritim di Laut China Selatan.
Sejumlah pengamat menyampaikan kekhawatiran atas kerja sama Indonesia-China dalam hal eksplorasi minyak di laut Natuna yang selama ini merupakan bagian dari Laut China Selatan yang dikuasai Indonesia dan masih masuk dalam Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia namun diklaim oleh China.
Dalam poin 9 Pernyataan Bersama antara China dan Indonesia dikatakan "Kedua pihak akan menciptakan kerja sama maritim yang lebih cerah" dan ada kalimat yang menyebut "Kedua belah pihak mencapai pemahaman bersama yang penting mengenai pengembangan bersama di wilayah klaim yang tumpang tindih dan sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar-Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait berdasarkan prinsip 'saling menghormati, kesetaraan, saling menguntungkan, fleksibilitas, pragmatisme, dan pembentukan konsensus,' sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara."
Namun keputusan tersebut menuai kontroversi karena dinilai justru membahayakan kedaulatan dan penguasaan wilayah Indonesia di Laut China Selatan.
Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam rilisnya yang disampaikan pada Senin (11/11/2024) membantah bahwa dengan menyepakati kerja sama tersebut, artinya Indonesia mengakui klaim China soal ‘9-Dash-Lines.’
"Sejalan dengan semangat Declaration of the Conduct of the Parties in the South China Sea yang telah disepakati oleh negara-negara ASEAN dan RRC di tahun 2002 serta upaya untuk menciptakan perdamaian di kawasan Laut China Selatan, Indonesia dan China sepakat untuk membentuk kerja sama maritim. Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi suatu model upaya memelihara perdamaian dan persahabatan di Kawasan.
Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim “9-Dash-Lines”. Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Dengan demikian, kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara."
Mengembalikan pemilihan kepala daerah ke parlemen
Tak lama setelah Pilkada Serentak yang digelar pada 27 November 2024 berlangsung, Presiden Prabowo Subianto kembali menciptakan keguncangan publik.
Prabowo mengusulkan agar kepala daerah tak lagi dipilih oleh rakyat melainkan oleh legislatif, sebab pilkada serentak diklaim menguras anggaran, karena biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 mencapai Rp37 triliun.
Pernyataan Prabowo ini direspon sangat positif oleh partai politik, tapi mendapat penolakan keras dari publik termasuk akademisi dan pegiat isu politik.
Memaafkan koruptor
Dalam pertemuan bersama mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, Prabowo menegaskan bakal mengampuni koruptor apabila mereka mengganti uang yang telah dicuri.
"Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk tobat. Hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan, tapi kembalikan dong," ujar Prabowo dalam YouTube Setpres yang disiarkan pada Kamis (19/12/2024) lalu.
Pernyataan Prabowo tersebut kembali menuai cercaan publik. Prabowo dianggap tak sensitif dengan apa yang dirasakan masyarakat Indonesia terhadap para koruptor.
Belakangan, saat perayaan Natal Bersama 2024, Prabowo berusaha mengklarifikasi dengan mengatakan pemaafan akan diberikan jika koruptor tersebut mengembalikan apa yang sudah mereka ambil dan bertobat.
Menaikkan PPN saat ekonomi susah
Hal terakhir yang menyakitkan adalah keputusan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 12%. Keputusan tersebut dianggap melukai rakyat sedang susah dan mengalami penurunan daya beli. Keputusan ini juga menuai kemarahan karena sikap partai politik yang saling lempar dan saling tuding soal siapa yang paling bertanggung jawab dalam mengambil keputusan soal kenaikan PPN ini.
Tapi, jelang pergantian tahun, Presiden Prabowo Subianto didampingi oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyampaikan keputusan baru soal Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Presiden Prabowo menyampaikan kenaikan tarif PPN menjadi 12% hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah atau yang masuk dalam kategori Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Adapun untuk barang dan jasa selain yang tergolong mewah, tidak ada kenaikan alias tetap berlaku PPN 11%.
"Komitmen saya adalah selalu berpihak kepada rakyat, kepentingan nasional, dan berjuang serta bekerja untuk kesejahteraan rakyat," begitu disampaikan Prabowo di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (31/12/2024).
Pernyataan-pernyataan dan keputusan tersebut jelas sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang lahir setelah reformasi 1998. Namun, jika menyimak isi buku Prabowo yang berjudul ‘Paradoks Indonesia dan Solusinya,’ yang diterbitkan pada tahun 2017, terlihat jelas bagaimana pemikiran Prabowo.
Pemikiran Prabowo yang tersampaikan dalam pernyataan yang akhirnya menjadi blunder tersebut bukan karena Prabowo tidak paham, tapi pemikiran tersebut datang dari pemikiran lamanya yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian negara ini dan tak sesuai dengan prinsip mengelola Indonesia setelah reformasi 1998. []
© Copyright 2025, All Rights Reserved