Hari ini, Kamis (31/03), Kejaksaan Agung (Kejagung) menjadwalkan pemeriksaan Direktur Utama PT Bank Central Asia sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana terkait kontrak dengan PT Hotel Indonesia Natour (PT HIN) yang menyebabkan kerugian negara.
Ini merupakan panggilan kedua Tesa sebagai saksi. Sebelumnya, Tesa mangkir dari pemeriksaan tanpa keterangan.
"Terdapat agenda pemeriksaan Dirut PT BCA sebagai saksi untuk dugaan tindak pidana korupsi PT HIN," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto, Kamis (31/03).
Pembangunan menara BCA di kawasan Bundaran HI tidak tertera di dalam kontrak PT HIN dengan PT Grand Indonesia. Selain itu, Kejagung juga memanggil Presiden Direktur PT Grand Indonesia Tessa Natalia Hartono dan petinggi Aparremen Kempinski Residance.
Kejagung menyatakan bahwa PT HIN menyadari adanya pembangunan gedung di luar kontrak dengan PT Grand Indonesia. Bahkan, PT HIN selaku Badan Usaha Milik Negara pernah menyurati PT GI soal pembangunan dua gedung tambahan di lahan mereka, yaitu Menara BCA dan apartemen Kempinski.
Dalam kontrak, disepakati pembangunan dua mal, satu hotel, dan satu lahan parkir. Beberapa tahun kemudian, dibangun Menara BCA dan Apartemen Kempinski.
Menurut Kejaksaan, pembangunan dua bangunan itu tidak tertera dalam kontrak dan tak pernah dibahas dalam negosiasi. Masalah kontrak antara PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Grand Indonesia ini diduga merugikan BUMN tersebut sebesar Rp1,2 triliun.
PT GI mengklaim tak ada yang salah dengan perjanjian Build, Operate and Transfer (BOT) yang dilakukan dengan PT HIN. Bahkan, pihak PT HIN menyebut pemerintah melalui Hotel Indonesia Natour sebenarnya sangat diuntungkan dengan skema kerja sama BOT.
Lantaran, tidak keluar uang sepeser pun dan langsung menerima uang atau kompensasi atas pemanfaatan kawasan yang ada di area Hotel Indonesia. Pada akhir kerja sama, pemerintah juga telah memiliki gedung yang memiliki nilai bisnis tinggi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved