Sejumlah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berada di Tenggarong, sejak Selasa (6/2) lalu. Dengan dikawal pasukan Brimob bersenjata laras panjang, mereka terjun langsung untuk menindaklanjuti laporan dugaan korupsi di sejumlah instansi di lingkungan Pemkab Kutai Kartanegara (Kukar).
Kontan, suasana kantor di berbagai instansi berubah. Pejabat dan ribuan pegawai tidak seleluasa biasanya. Mereka terkesan rikuh mengetahui rombongan lembaga penegak hukum paling ditakuti itu berada di sekitarnya. Instansi yang pertama kali dibidik adalah beberapa bagian di Setkab Kukar di Jl Wolter Monginsidi, Tenggarong.
Ruangan pertama yang mendapat “kunjungan” khusus adalah Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra). Di sana disinyalir telah terjadi kebocoran dana bantuan sosial (bansos) ratusan miliar rupiah. Dalam APBD 2006 saja, alokasi anggaran yang dikelola Bagian Kesra berkisar Rp 240 miliar.
Usai meminta keterangan dan mengumpulkan dokumen di lingkup Setkab, tim KPK bergeser ke Kantor Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Tenggarong, Rabu (7/2) pagi. Instansi yang biasa dijuluki “gudang uang” Pemkab Kukar itu diobok hingga Kamis sore.
Penyidik KPK sudah dua hari berada di sini. Diperkirakan, semua mata anggaran dari tahun 2001-2006 diperiksa. Dokumen yang dinilai penting dan berbau korupsi disita, guna kelancaran penyelidikan.
Berapa penyidik KPK yang diturunkan ke Kota Raja? Tidak bisa dipastikan jumlahnya. Namun kemungkinan 4 sampai 5 orang, dan seorang di antaranya memakai rompi warna kuning muda di bagian belakang bertuliskan KPK.
Sementara itu, Kepala Detasemen B Brimob Samarinda Kompol Tory Kristianto SIK membenarkan telah menurunkan 10 personel Brimob untuk mengawal anggota KPK yang sedang melaksanakan tugas di Tenggarong, terhitung Selasa (6/2). Hal itu dilakukan guna memberikan rasa aman dan nyaman, demi kelancaran penyelidikan.
“Sesuai permintaan, kita berikan pengawalan. Saya juga kurang tahu sampai kapan mereka (tim KPK, Red.) di sana. Selama dibutuhkan, kita siap,” tutur Tory. Dia menjelaskan, pengawalan anggota KPK itu berdasarkan perintah Kapolda Kaltim Irjen Pol Drs Indarto.
Suasana kain terjadi di sekitar Kantor BPKD Jl Jenderal Sudirman Tenggarong. Sejumlah aparat Brimob sedang berjaga-jaga sembari mengamati dari luar aktivitas tim KPK. Dari 10 anggota, dua di antaranya duduk di kursi portir depan kantor. Senjata laras panjang pun dalam posisi siaga di sampingnya. Akibatnya, tamu yang ingin berurusan di kantor itu sedikit kikuk karena biasanya memang tidak dijaga aparat Brimob.
Seementara itu, 8 anggota sisanya, berada di pos lalu lintas di depan Kantor BPKD, seberang jalan masuk Pulau Kumala, pinggir Sungai Mahakam. Mereka terlihat santai bergurau, sesekali memerhatikan lalu lalang tamu yang masuk di BPKD. Mobil dinas Kepala BPKD HM Hardi nomor polisi KT 468 C, juga terlihat di depan kantor, namun yang bersangkutan tidak bisa ditemui karena masih sibuk melayani tamunya.
Kabag Kesra Ir Sukhrawardi yang dihubungi terpisah enggan berkomentar. Ditanya apakah instansi itu termasuk yang didatangi KPK, dia mencoba menghindar. “Tolong tanya langsung ke Pak Asisten IV (HM Ghufron Yusuf, Red.) atau Pak Wakil (Bupati Samsuri Aspar). Beliau lebih berkompeten komentar,” imbuhnya.
Sementara di Jakarta, Syaukani masih “nginap” di Rumah Sakit. Mungkin belum ada alasan yang tepat untuk membawa Bupati Kutai Kartenegara itu ke ruanga tahanan, seperti tersangka korupsi lainnya. Namun, setelah dioperasi dan satu bulan dalam masa pemulihan di rumah sakit, Syaukani belum juga bisa ditahan. Alasan Syaukani, dia belum sembuh betul.
“Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hasan Rais, saat ini masih berada di RS Gading Mas, Kelapa Gading, Jakarta Utara,” ujar Humas KPK Johan Budi SP.
Syaukani sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pelepasan lahan bandara Loa Kulu dengan perkiraan kerugian negara Rp 15,36 miliar.
Sementara menurut data INFIGHT ({Indonesian NGO’s Forum for Independent Good Governance,Humanity and Transparency}) yang sudah disampaikan kepada KPK, baik berupa resume ataupun data-data pendukungnya,belum ditindaklanjuti secara serius. Bahkan Syaukani hanya sebatas menjadi tersangka dalam kasus lahan bandara saja.
Menurut INFIGHT, data-data tersebut bila dilihat secara hukum, dapat ditemukan sejumlah pelanggaran peraturan perundang-undangan dan merupakan suatu tindakan kejahatan.
Menurut kajian INFIGHT, perbuatan yang masuk kategori tindak pidana korupsi tersebut, antara lain; {1.Pelaksanaan proyek tidak melalui mekanisme yang berlaku, akibatnya terjadi pembengkakan nilai proyek yang sangat tinggi dari standar yang patut: Bagian umum SETKAB, mark-up Rp 109 milyar, Proyek Kedaton dari Rp 9 M dijadikan 52 milyar, Pengadaan 10 Genset di Desa Jonggon harga Rp 800 juta mernjadi Rp 4,8 miliar atau total Rp 45 miliar dan barangnya di bawah standar, Pengadaan genset Desa Jonggon harga Rp 800 juta menjadi Rp 4,8 miliar dan ternyata barangnya bekas, Proyek lapangan parkir sebelah kantor bupati dari Rp 3 Miliar menjadi Rp 13 Milyar, Proyek pengecatan Masjid Hasanuddin dan pagar Keraton standar Rp 500 juta lebih tetapi pelaksanaannya menjadi Rp 6 miliar, Pengadaan mobil PMK bekas.
Begitu juga dengan proyek penerangan PLN Jalanan Tenggarong seberang ke Samarinda sepanjang 7 ½ Km dikerjakan pada 2001 selesai 2002 tidak dibayar sampai sekarang, dengan nilai proyek Rp 3,2 milyar (CV Tamara Mayu), Harga busi Rp 7500 dimark- up Rp 60.000/buah, 1 buah tube tinta komputer @Rp 250.000 dimark-up menjadi Rp 2.500.000, Terapo /step down listrik untuk komputer @ Rp 250.000 dimark-up menjadi Rp1 juta/buah sebanyak 3000 buah menjadi 3 milyar, Proyek taman di pinggir sungai dikerjakan oleh anak bupati, Iing. Uang habis taman tidak ada, Bupati memghamburkan uang rakyat untuk membangun vila di desa Meluhu seluas 14 ha, lengkap dengan fasilitas lapangan parkir lepas landas helicopter dan mobil golf, sarana jalan menuju vila sepanjang 3 km, semen cor, lampu mercuri, Pembangunan pacuan kuda di Desa Meluhu, sekarang dialihkan menjadi milik pribadi Bupati, Bupati memborong tanah di Kecamatan Loa Kulu 300 ha beserta keluarganya termasuk anak menantunya yang akan dibangun bandara yang kemudian dijual ke Pemda dengan me-mark-up alokasi APBD sebesar Rp150 miliar. Padahal tanah tersebut masih berupa hutan}.
Selian itu, {Gedung Partai Golkar bantuan pemerintah, sekarang ini diserahkan kepada Rita, anaknya yang diduga terlibat VCD Bandung Porno yang kemudian dipakai untuk mendirikan Lembaga Pendidikan Ketopong. Gedung Golkar baru dipindahkan ketempat lain yang tidak strategis, Benny, suami Rita, menantu bupati, baru 1 ½ th jadi PNS sudah menjadi Ka Subag Keuangan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD), badan ini gabungan dari bagian keuangan setkab dengan Dinas pendapatan Daerah, Menantu Bupati yang bernama Endry suami Silvi dikenal sebagai Manager Tim sepak Bola Mitra kukar adalah pengusaha yang dapat fasilitas istimewa dari mertua dan Keponakan bupati, seorang dokter umum menjabat sebagai Kepala Kantor Pengolahan Data Elektronik (PDE) dan menjadi agen Pengadaan Komputer di Kukar.}
Disisi lain, {Anggaran Defisit 2003 (Hutang) kepada pihak ketiga sebesar Rp1,8 triliun.
Kemampuan dukungan dana Kabupaten Kutai Kertanegara maksimal diperhitungkan termasuk tahun berjalan pada 2004, hanya sebesar Rp 1,6 triliun, bukan Rp 2,5 triliun APBD Kutai Kertanegara tahun 2004 dipatok Rp 2,9 triliun.}
Dengan alasan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan. Padahal pembangunan proyek mercusuar itu tak menggunakan skala prioritas yang menyentuh kepentingan masyarakat banyak, tapi untuk menciptakan peluang memperkaya diri melalui korupsi seperti: {Pembangunan Pulau Kumala yang tak bernilai ekonomis, menelan biaya hingga ratusan miliar rupiah. Pembangunan sarana perkeretaapian. Pembangunan lapangan terbang Loa Kulu. Pembangunan Candi di tengah Pulau Kumala. Pembangnan Pelabuhan di Pendingin. Pembangunan Lapangan Golf di sebelah Hotel Singgasana dan membalut Turap dengan batu Granit, dana awal Rp 11 Miliar.}
Berdasarkan surat yang disampaikan Badan Pimpinan Cabang Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) Kabupaten Kutai Kartanegara. Beberapa catatan yang menunjukkan penyimpangan, antara lain, {beberapa tahun belakangan mekanisme pelaksanaan proyek APBD dilakukan dengan sistem penunjukan langsung (PL).} Akibatnya, terindikasi adanya penyimpangan. Antara lain, banyak proyek dilaksanakan di atas standar harga (mark-up).
Indikasi adanya tindak pidana mark-up proyek, antara lain, {Proyek pembangunan lapangan parkir kantor bupati bernilai Rp 10 miliar (tahap pertama) dan Rp 23 miliar (tahap kedua). Terdapat pengajuan anggaran untuk proyek yang sama dua kali oleh Pemda dan PDAM berupa pemasangan pipa air senilai Rp 52 milyar lebih. Mark-up pembuatan turap beton tepi sungai Mahakam, dari harga pasar Rp 3 juta per- buah menjadi Rp 8 juta. Proyek pembuatan bak-bak pot bunga jalan Tenggarong-Samarinda dua jalur.}
Sementara untuk proyek {Gerbang Dayaku}, pada Tahun 2001 proyek bernilai 1miliar rupiah per desa, pertanggung jawabannya fiktif. Tahun 2002 sampai tahun 2004 bernilai 2 miliar rupiah per desa, diduga kuat pertanggung jawabannya pun fiktif. Hanya 5 % yang terlaksana.
© Copyright 2024, All Rights Reserved